Hard News

Mengenal Perilaku Phubbing, Bullying, dan Persekusi pada Remaja

Jateng & DIY

01 Agustus 2018 08:02 WIB

Ilustrasi (Dok/net)

SOLO, solotrust.com - Problematika perilaku yang kini marak terjadi di kalangan remaja milenial di antaranya ialah phubbing, bullying, dan persekusi. Perilaku tersebut merupakan perilaku negatif yang menjadi benih-benih sikap intoleran, radikalisme, bahkan hingga terorisme.

Di Solo, lahir sebuah organisasi perkumpulan pemuda yang memiliki misi khusus untuk mengembangkan perilaku kesalehan sosial khususnya toleransi dan perilaku antikekerasan. Nama komunitas itu, Solo Bersimfoni yang dipimpin oleh M Farid Sunarto.



Farid Sunarto, Sabtu pekan lalu menggagas deklarasi Remaja Tolak Phubbing, Bullying, dan Persekusi di Taman Balekambang dengan diikuti ribuan pelajar SMA dan organisasi kepemudaan se-Kota Solo.

"Kami ingin berbuat dan terlibat aktif mengubah perilaku tersebut dengan pendekatan khusus," kata Farid kepada solotrust.com, Selasa (31/7/2018).

"Di kalangan remaja dan anak-anak milenial, marak adanya perilaku phubbing, bullying, dan persekusi. Baik dalam hal fisik maupun simbolik seperti ucapan, tingkah laku dan perbuatan," imbuhnya.

Dijelaskan oleh Farid, phubbing adalah sebuah istilah tindakan acuh tak acuh seseorang di dalam sebuah lingkungan karena lebih fokus pada gawai dibanding membangun sebuah percakapan dengan orang lain. Menurutnya, phubbing juga sedang menjadi tren dan menggerogoti generasi milenial.

Ia beranggapan istilah tersebut mulai booming seiring dengan menjamurnya ponsel pintar di pasaran.

"Kapasitas smartphone yang mempunyai banyak aplikasi seperti game dan jejaring sosial, membuat orang betah berlama-lama memegang handphone," jelas dia.

Sementara itu, Farid menerangkan istilah bullying sebagai sebuah perilaku penggunaan kekerasan, ancaman, atau paksaan untuk menyalahgunakan atau mengintimidasi orang lain secara spontan.

Perilaku ini dapat menjadi suatu kebiasaan dan melibatkan ketidakseimbangan kekuasaan sosial atau fisik. Farid mengklasifikasikan tindakan penindasan terdiri atas empat jenis, yaitu secara emosional, fisik, verbal, dan cyber.

Budaya penindasan dapat berkembang di mana saja selagi terjadi interaksi antarmanusia, dari mulai di sekolah, tempat kerja, rumah tangga, dan lingkungan.

"Hal ini dapat mencakup pelecehan secara lisan atau ancaman, kekerasan fisik atau paksaan dan dapat diarahkan berulang kali terhadap korban tertentu, mungkin atas dasar ras agama, gender, sekualitas, atau kemampuan," tandas pria 47 tahun tersebut.

Sedangkan persekusi, merujuk kata Bahasa Inggris yakni persecution yang merupakan sebuah perlakuan yang Iebih buruk dari bullying, sebuah penganiyaan secara sistematis oleh individu atau kelompok terhadap individu atau kelompok lain, khususnya karena suku, agama, atau pandangan politik.

Farid mendeskripsikan, bullying lebih banyak dilakukan secara spontan, sementara persekusi dilakukan secara sistematis dan terencana. Maka jika bullying dilakukan secara berulang oleh pelaku dan korban yang sama, maka ini akan berpotensi menimbulkan terjadinya tindakan persekusi.

Dia melanjutkan, seseorang yang hampir setiap hari menerima perlakuan bullying di sekolahnya, sesungguhnya telah menjadi korban persekusi, karena perbuatan bullying tersebut dilakukan secara berulang oleh pelaku terhadap seseorang secara sistematis atau berulang.

Untuk itu, saat ini Farid bersama komunitas Solo Bersimfoni tengah gencar melakukan pendekatan berupa Cultural Approach dengan membuat kurikulum atau modul pelatihan, seminar, ceramah, diskusi, dan kampanye untuk menolak phubbing, bulliying, persekusi, intoleransi, dan gerakan radikal lainnya.

Pendekatan itu ke depan guna menanamkan perilaku yang memiliki kesalehan sosial yang “njawani' sebagai warisan budaya leluhur para orang tua, yang disebut “Hastha Laku" atau delapan laku terpilih di kalangan remaja dan anak-anak. Delapan laku tersebut berkaitan erat terhadap nilai-nilai kehidupan yang harmonis. Namun sayangnya saat ini nilai tersebut sudah jarang diajarkan dan ditinggalkan.

"Hastha laku itu meliputi Tepa Sliro, Lembah Manah, Andhap Ashor, Grapyak Semanak, Gotong Royong, Guyup Rukun, Ewuh Pekewuh dan Pangerten," jelas warga Jebres, Solo itu.

Secara terpisah, Wali Kota Surakarta FX Hadi Rudyatmo mendukung penuh pendekatan kepada remaja melalui kurikulum bahan ajar di dunia pendidikan.

"Kita kampanyekan terus Remaja Tolak Phubbing, Bullying, dan Persekusi. Saya bersama Dinas Pemuda dan Olahraga sudah berkoordinasi agar materi ini masuk di dunia pendidikan tingkat SD hingga SMA/SMK, ini sama persis dengan materi yang saya buat, bedanya hanya pada beberapa hal seperti mantap kejujuran dan sebagainya. Kalau bisa secepatnya diterapkan," ungkap Wali Kota yang karib disapa Rudy ini. (adr)

(way)