Serba serbi

Ini Rachmad Imron, Sosok Lahirnya Game Horor DreadOut

Teknologi

24 Juli 2018 05:04 WIB

Rachmad Imron pendiri dan CEO Digital Happiness di Bandung produser video game DreadOut. (Istimewa)

BANDUNG – Dari hobi berbuah menjadi rezeki. Pernyataan itu lah yang sepertinya cocok disematkan kepada Rachmad Imron, kreator game bergenre horor DreadOut. Dari penyuka video game menjadi pembuatnya.

Tanpa harus latah membanjiri pasar mobile game, Imron dan tim studio games Digital Happiness malah menggarap video game PC (personal computer) dengan karya populer game bergenre horor DreadOut. Lahir di Mojokerto Jawa Timur 30 Juli 1978, ia sempat menjadi pengajar di almamaternya.



Lulusan Desain Produk ITB 2001 itu menjadi dosen Permodelan Digital FSRD ITB sejak 2001-2003. "Asisten Dosen Program Magister Seni Rupa dan Desain Pengenalan Komputer tahun 2002-2003," katanya Selasa (17/7/2018). Selanjutnya ia mendirikan Digital Happiness yang bernama formal PT Digital Semantika Indonesia.

Sebelumnya, Imron telah merintis DreadOut sejak 2010 sebelum studio game-nya berdiri. Saat itu sudah bekerja pula menggarap animasi dan tayangan model 3 dimensi di perusahaan sendiri, Iris Desain. Penyuka film dan game horor itu kemudian bersama Vadi Vanadi, Sukmadi, Dwi Arif Irawan, mulai mengerjakan DreadOut dengan memakai Ultimate Engine seharga US$ 1.500.

Dimulai dari pembuatan cerita selama sebulan lebih dan sempat berganti tema, seperti perdagangan manusia dengan unsur mistis, mereka pernah meminta bantuan penulis naskah. Akhirnya mereka sepakat dengan tema petualangan bersama hantu lokal.

"Waktu bikin game play agak lama karena kami mau pemainnya mudah memainkan tapi tetap menantang," ujarnya. Tampilan grafisnya bisa dinikmati jelas dengan resolusi 1920x1080 piksel, minimal di komputer berprosesor Pentium 4 ke atas.

Perlu waktu lebih dari dua tahun hingga mereka berhasil meluncurkan demo game pada 1 April 2013. Menurut Imron, perjalanan kerja selama itu menyesuaikan dana yang terkumpul. Duit itu berasal dari berbagai proyek pengerjaan di Iris Desain.

Penggarapan DreadOut menghabiskan Rp300 juta lebih. "Biaya paling besar untuk membayar upah pegawai dan pekerja kontrak," kata Imron. Untuk merampungkan game yang kadung digandrungi banyak orang, mereka menempuh cara pengumpulan dana (crowdfunding) hingga DreadOut bisa dirilis 15 Mei 2014.

Di sela kesuntukan pembuatan DreadOut, tim iseng-iseng membuat game pendek perdana berjudul Hallway Raid sebagai penghargaan mereka untuk film aksi Raid. "Saya dan Vadi bikin sebagai penggemar film itu," ujar Imron.

Meluncur pada Maret 2012, dalam sepekan pengunduhnya membanjir hingga 30 ribu orang. Namun, game gratis itu hanya berumur hingga Oktober. Mereka terpaksa menurunkannya dari website setelah diminta oleh sebuah perusahaan yang menguasai hak peredaran film itu.

Selain menjadi produser video game DreadOut, Rachmad Imron menjadi produser beberapa karya virtual reality (VR) berjudul DreadEye dan DreadOut Arcade untuk klien seperti Lenovo Indonesia dan Rezer Corp di San Diego California, Amerika Serikat.

Karya mereka di antaranya menjadi nominator VR Games terbaik di ajang SXSW Austin Gaming Awards 2017. Kemudian 20 Rising Global Stars Awards dari Forbes Indonesia 2016, dan finalis Wonder Show Night di Tokyo Game Show Nikkei Jepang 2014.

Hobi membuat game dan menonton filmnya kini makin lengkap setelah sebuah rumah produksi bersepakat untuk mengadaptasi game DreadOut ke layar lebar. Di luar negeri, film berbasis game telah jamak seperti Tomb Rider atau Mortal Kombat. Tapi di Indonesia, DreadOut bakal jadi yang pertama. #teras.id

(way)