Ekonomi & Bisnis

Cerita Ning, Pedagang Selongsong Ketupat yang Tak Beraji Mumpung

Ekonomi & Bisnis

21 Juni 2018 18:07 WIB

Salah seorang pembuat selongsong ketupat. (solotrust-dit)

SOLO, solotrust.com - Jarum jam menunjukan pukul 09.00 WIB. Terlihat Ning (47), duduk hanya beralaskan tikar di kawasan Parkir Pasar Nongko, Kamis (21/6/2018). Suara kendaraan hingga tebalnya asap kendaraan, tak ia hiraukan.

Bahkan, hal itu sudah menjadi sahabat bagi dirinya beberapa hari ini. Terlihat, kedua tanganya sangat terampil saat membuat selongsong ketupat.



Ya, sepekan usai Idulfitri, pedagang selongsong ketupat menjamur di hampir semua wilayah. Tidak hanya di pasar tradisional di Kota Bengawan saja, melainkan hampir di daerah lainnya.

Ning mengakui, ia merupakan satu di antara sekian pedagang musiman. Jika tidak saat momen ketupat, ia hanya seorang ibu rumah tangga.

“Kalau tidak jualan seperti ini, biasanya ngemong (merawat) anak di rumah,” katanya kepada solotrust.com.

Meski momen seperti ini hanya satu tahun sekali, ia tak memanfaatkan momen tersebut untuk aji mumpung, salah satunya menjulan selongsong ketupat dengan harga tinggi.

“Untuk satu selongsong kecil berisi 10 buah dan harganya Rp7 ribu, sedangkan ukuran besar yang berisi 10 buah harganya Rp10 ribu. Harganya dari kemarin sampai sekarang tidak berubah, tetap sama, karena bagi saya dagangan cepat habis lebih senang, ketimbang mematok harga tinggi namun tidak habis,” kata perempuan asal Kartasura ini.

Yang lebih mengherankan lagi, meski hanya duduk beberapa jam saja, ia mampu membuat sebanyak 500 buah. Untuk diketahui, selongsong ketupat terbuat dari janur atau daun kelapa yang masih muda. (dit)

(way)