Hard News

Irfan Bahri, Santri yang Lumpuhkan Begal di Bekasi dengan Ilmu Kanuragan

Hard News

2 Juni 2018 17:29 WIB

Mohamad Irfan Bahri (kanan) mendapat penghargaan dari Kapolrestro Bekasi Kota Kombes Indarto. (Dok Kemenag)

BEKASI, solotrust.com – Rabu (30/5/2018) lalu, Mohamad Irfan Bahri bersama sepupunya Ahmad Rafiki mengalami kejadian tak mengenakan. Saat tengah menikmati suasana malam Jembatan Summarecon, Kota Bekasi, keduanya bertemu dengan dua pelaku begal.

Dua pelaku begal AS dan IY, sempat menodongkan celurit dan meminta ponsel milik Rafiki. AS juga sempat sekali menyerang Irfan, namun akhirnya berhasil dilumpuhkan. AS yang mengalami luka, akhirnya tewas setelah sempat dibawa ke rumah sakit oleh IY.



Ternyata tindakan Irfan terhadap pelaku begal mendapat apresiasi dari sejumlah pihak. Irfan berani merebut celurit dari pelaku dan menyerang balik hingga akhirnya pelaku menyerah.

Irfan, remaja 19 tahun itu merupakan seorang santri Pondok Pesantren Darul Ulum Pamekasan Madura. Irfan mendapat apresiasi dari polisi, meski sempat berstatus tersangka dan mendekam di penjara Markas Polisi Resor Metro (Mapolrestro) Bekasi Kota, Jawa Barat.

Tim ahli pidana dari kalangan akademisi beranggapan tindakan yang dilakukan Irfan itu masuk dalam kategori bela paksa. Tim ahli dan Kapolrestro Bekasi Kota akhirnya menggugurkan status tersangkanya dan memberi penghargaan atas keberaniannya.

Keberhasilan Irfan melumpuhkan pembegal tidak lepas dari keterampilan bela diri yang dimilikinya. Keterampilan itu dipelajarinya di pesantren. Bahkan,  Irfan kini menjadi salah satu guru bela diri di tempat yang sama.

Melansir laman kemenag.go.id, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (Pd-Pontren) Kementerian Agama (Kemenag) Ahmad Zayadi mengapresiasi keberanian Irfan. Menurutnya, di Indonesia memang ada beberapa pesantren yang di samping mengajarkan para santrinya memperdalam ilmu agama (tafaqquh fiddin), juga membekali para santrinya dengan ilmu bela diri atau yang biasa disebut olah "kanuragan".

Ilmu kanuragan tersebut didapat santri melalui pendekatan spritual melalui laku tirakat seperti puasa atau pelatihan secara fisik. Hal ini dimaksudkan untuk membekali santri saat mereka terjun dalam kehidupan sosial kemasyarakatan yang problematikanya lebih kompleks.

Zayadi menjelaskan bahwa pembekalan ilmu bela diri semacam pencak silat di pesantren merupakan bagian dari tradisi dan budaya pesantren, yang dididikkan kepada santri untuk membela diri.

Tekniknya sesungguhnya menggabungkan antara keterampilan gerakan, konsentrasi pikiran, dan olah intuisi/bathiniyah.

"Inilah salah satu kekhasan dari tradisi pesantren yang jarang ditemui pada lembaga pendidikan lainnya," kata Zayadi.

(way)