Serba serbi

Indrias Senthir Populerkan Lurik Hingga Mancanegara

Serba serbi

24 April 2018 18:30 WIB

Desainer kebanggaan Kota Solo, Indrias Senthir dengan brand fesyen Lurik Senthir berusaha memopulerkan citra lurik hingga mancanegara. (Dok)

SOLO, solotrust.com - Berawal dari berjualan produk fesyen berupa scarf pada 2015, Indrias Senthir kini sukses mengangkat citra lurik hingga mancanegara.

Karirnya bermula dari jualan produk scarf 15 lembar pada tiga tahun lalu. Setelah banyak peminat dari seluruh Indonesia dan melihat tren mode, akhirnya Indrias fokus pada lurik motif kuno. Motif lurik zaman dulu itu lah yang menginspirasinya membuat desain baju dengan brand Lurik Senthir.



"Karena lurik motif kuno jarang ditemukan. Dulu hanya dipakai masyarakat menengah ke bawah, abdi dalem, dianggap kain murahan pinggiran, sebab kaku, mudah luntur dan panas. Setelah saya pelajari, lurik punya filosofi luhur, ini lah yang ingin saya angkat. Maka saya berusaha membuat baju dari lurik yang layak dipakai dan bergengsi," paparnya kepada solotrust.com, Selasa (24/4/2018).

Motif kluwung atau pelangi misalnya, hampir tidak pernah dilihat orang namun sekarang banyak digunakan untuk baju dan tas. "Filosofi lurik kluwung yang saya dengar, dipakai untuk bungkus pusaka keraton. Maknanya membungkus sesuatu yang berharga, karena tubuh kita juga berharga. Juga digunakan untuk geber krobongan (latar pengantin Jawa) yang dipercaya tempat turunnya Dewi Sri (Dewi Kesuburan)," urai wanita 40 tahun itu.

Lanjutnya, lurik bermotif tumbar pecah digunakan untuk mitoni, yaitu upacara kehamilan tujuh bulan. Adapun jenis motif lurik lain yaitu bribil, lhorhok, dom nelusup, yuyu sekandang, dan bringin.


Selain menjadi desainer atau penjahit, ia ingin ikut melestarikan budaya Jawa melalui pengalihfungsian lurik menjadi baju. Sehingga konsumen mengetahui filosofi dibalik motif lurik yang dipakai.

"Saya selalu mengedukasi customer, tidak hanya batik yang punya filosofi, lurik pun juga," katanya.

Meski begitu, ia menghadapi tantangan dalam memajukan brand fesyennya yaitu susah mencari pasokan kain lurik karena jumlah perajin sedikit. Dirinya rajin mencari produsen lurik ke desa-desa di sekitar Klaten, namun belum tentu dapat. Sebutnya, produksi lurik memang terbatas, sebab perajin kain lurik tidak produktif karena ada kesibukan lain seperti musim tandur atau nikahan.

Biasanya bila telah menemukan perajin, ia mengambil hingga ratusan lembar sekaligus. Kain lurik tenun biasanya berukuran panjang 1,5 - 2,5 m dan lebar antara 45 cm - 1 m, tergantung motifnya. Kisaran harga kain pun macam-macam sesuai motif dan kualitas, mulai puluhan ribu hingga ratusan ribu. Semakin langka motif harga semakin mahal, sebutnya.

"Saya senang perajin ikut meningkat produktivitasnya sebab permintaan pasar mulai banyak. Setelah dialihkan penggunaannya ke fesyen, produksi jadi meningkat, sebab fesyen tidak lekang oleh zaman. Harapan saya lurik bukan lagi jadi kain pinggiran tapi budaya bernilai tinggi yang harus dilestarikan," ujarnya.

Pihaknya senang produk fesyen luriknya diapresiasi masyarakat bahkan dikenakan oleh Duta Wisata Indonesia, Putra Putri Jateng, Putra Putri Lurik, Putra Putri se-Solo Raya, Duta Wisata Jateng, Duta Wisata Jogja, para artis, para fotografer terkenal seperti Roy Genggam dan Darwis Triadi, didukung aktivitas pemotretan, fashion show, aktivitas komunitas UMKM, fasilitas pemerintah kota, dan pelatihan dari Kanwil DJP II.

"Saya ingin lebih banyak lagi konsumen dari luar negeri, sehingga lurik bisa go international. Bahkan meski masyarakat tidak membeli dari saya, saya senang karena lurik kembali dikenali orang dan tidak punah," pungkasnya. (arum)

(way)