Hard News

IDI Tunda Pemecatan Dokter Terawan

Hard News

9 April 2018 21:57 WIB

PB IDI akhirnya menunda pemecatan Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Mayor Jenderal DR. dr. Terawan Agus Putranto (idionline.org)

JAKARTA, solotrust.com – Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) akhirnya menunda pemecatan Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Mayor Jenderal DR. dr. Terawan Agus Putranto. Keputusan ini sebagai hasil rekomendasi Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) setelah digelar rapat Majelis Pimpinan Pusat (MPP) IDI.

Ketua Umum PB IDI, Ilham Oetama Marsis, menjelaskan rapat MPP memutuskan PB IDl menunda melaksanakan putusan MKEK karena keadaan tertentu. Oleh karenanya ditegaskan hingga saat ini dokter Terawan Agus Putranto masih berstatus sebagai anggota lDl.



“Selain itu, MPP merekomendasikan penilaian terhadap tindakan terapi dengan metode DSA Brain Wash dilakukan oleh tim Health Technology Assesement (HTA) Kementerian Kesehatan Rl,” tambah Ilham Oetama Marsis dalam keterangan persnya, Senin (09/04/2018).

Penundaan pemecatan dokter Terawan tidak lepas dari polemik di masyarakat serta kalangan profesi dokter, disertai ketimpangan informasi akibat tersebarnya keputusan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK). Hal ini dinilai bisa berdampak negatif serta merugikan masyarakat dan kalangan profesi kedokteran serta institusi terkait.

Ketimpangan informasi, menurut Ilham Oetama Marsis juga disebabkan ketidakpahaman masyarakat terkait etik profesi kedokteran, serta ketidakpahaman kalangan dokter terkait proses yang terjadi di internal IDI.

“PB IDI menyesalkan tersebarnya surat keputusan MKEK yang bersifat internal dan rahasia, sehingga menimbulkan keresahan di masyarakat. MKEK adalah unsur di dalam lDl yang bersifat otonom, berperan dan bertanggungjawab mengatur kegiatan internal organisasi dalam bidang etika kedokteran,” kata dia.

Menyinggung soal tindakan terapi dengan metode Digital Substraction Angiogram (DSA) atau lebih dikenal Brain Wash alias cuci otak, Ilham Oetama Marsis menyatakan hal itu telah memicu perdebatan terbuka dan tidak pada tempatnya di kalangan dokter. Akibatnya terjadi kebingungan di kalangan masyarakat serta berpotensi menimbulkan perpecahan di kalangan dokter.

Sebelumnya, MKEK sempat memutuskan memecat dokter Terawan dari keanggotaan IDI karena dinilai telah melakukan pelanggaran kode etik. Sang dokter mendapat sanksi pemecatan sementara dari 26 Februari 2018 hingga 26 Februari 2019. Bukan itu saja, Terawan juga mendapat sanksi pencabutan rekomendasi izin praktik.  

(and)