Hard News

Naik Rp400/km, Pemerintah Usulkan Tarif Ojek Online Jadi Rp2.000/km

Hard News

29 Maret 2018 22:24 WIB

Ojek online (go-jek.com)

JAKARTA, solotrust.com - Pemerintah mengusulkan tarif ojek online sebesar Rp2000/km sudah termasuk dari keuntungan dan biaya jasa, naik Rp400/km dari tarif berlaku saat ini sebesar Rp1600/km. Usulan disampaikan Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi saat rapat Pembahasan Taksi Online dan Ojek Online, di Kantor Staf Presiden, Jakarta, Rabu (28/03/2018) sore.

Melansir laman resmi Kementerian Perhubungan RI, dephub.go.id, Kamis (29/03/2018), berdasarkan perhitungan Kementerian Perhubungan, harga tarif pokok yang pantas di kisaran Rp1400 hingga Rp1500. Dengan besaran ini akan menguntungkan semua pihak, baik dari sisi aplikator maupun bagi pengendara ojek online.



“Kemenhub memiliki perhitungan harga tarif pokok ojek online sekitar Rp1400 hingga Rp1500. Dengan keuntungan dan jasanya, sehingga tarifnya menjadi Rp2000. Namun Rp2000 itu harus bersih, jangan dipotong menjadi Rp1600 atau berapa. Oleh karenanya ini yang menjadi modal kepada mereka untuk secara internal mereka menghitung. Senin (02/04/2018) nanti harapan kita sudah ada keputusan dari pihak perusahaan,” jelas Menhub Budi Karya Sumadi.

Hasil dari pertemuan, penentuan besaran tarif ojek online merupakan hak perusahaan. Pemerintah tak boleh menekan dan mengintervensi, pasalnya perusahaan juga memiliki perhitungan tersendiri untuk mengeluarkan seberapa besar tarif perkilometernya.

Kepala Kantor Staf Presiden (KSP), Moeldoko, menyampaikan poin terpenting bukan soal naik atau tidaknya tarif, melainkan pendapatan pengendara dinaikkan. Prinsipnya aplikator akan menyesuaikan, nanti dihitung lagi besarannya.  

“Intinya adalah mereka siap untuk menaikkan. Pastilah tarif yang diusulkan akan proporsional karena dari aplikator itu ingin juga menyejahterakan pengendara ojeknya. Besarannya nanti manajemen akan rembukan,” ujar dia.

Sementara itu, Menteri Tenaga Kerja, Hanif Dhakiri, mengatakan akan mencoba mendalami hal ini sesegera mungkin karena terkait dengan penerapan hubungan kerja. Menurutnya hal ini masuk kategori nonstandard form employement.

“Ini masuk jenis bisnis yang baru, jadi pada intinya kita ingin memastikan kedua belah pihak dalam posisi yang win-win. Jadi ada perlindungan terhadap tenaga kerjanya pada satu sisi, tetapi juga dari sisi industrinya tetap bisa tumbuh,” katanya.

(and)