Hard News

Peringati Hari Perempuan Internasional, AMMPERA Buat Puisi Cinta

Jateng & DIY

11 Maret 2018 15:25 WIB

Aliansi Masyarakat dan Mahasiswa Peduli Perempuan Solo Raya (AMMPERA) menggelar aksi orasi “Puisi Cinta untuk Perempuan Korban” di area Car Free Day (CFD) Jalan Slamet Riyadi, Minggu (11/3/2018). (solotrust-vin)

SOLO, solotrust.com – Sebagai bentuk solidaritas terhadap kekerasan dan diskriminasi atas kaum peremuan, Aliansi Masyarakat dan Mahasiswa Peduli Perempuan Solo Raya (AMMPERA) menggelar sebuah aksi orasi di area Car Free Day (CFD) Jalan Slamet Riyadi, Solo, Minggu (11/3/2018). Kegiatan dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional yang jatuh pada 8 Maret itu diikuti puluhan peserta dari berbagai elemen, seperti mahasiswa dan lembaga swadaya masyarakat (LSM).

Dalam aksinya, mereka menyuarakan dengan menggunakan medium papan. Seperti “Pelanggaran Terhadap Hak Perempuan Adalah Kekerasan”, “Darurat Kekerasan Seksual, Berani dan Lawan!” dan masih banyak yang lain. Aksi orasi yang mengambil tema “Puisi Cinta untuk Perempuan Korban” itu lebih menekankan pada perlindungan dan pelayanan pada korban kekerasan.



"Selama ini perlindungan kepada perempuan atau anak yang menjadi korban ini masih kurang maksimal. Perempuan butuh rasa aman, karena yang namanya kekerasan itu terjadi di mana saja dan dilakukan siapa saja, pemerintah harus bisa memberi rasa aman,” ungkap Koordinator Lapangan, Ani Surtinah saat ditemui solotrust.com wartawan di sela aksi.


Tak hanya diberikan jaminan rasa aman pada perempuan dan anak, mereka juga menuntut pemenuhan pelayanan pada perempuan dan anak korban. Tak kalah penting, ruang dan akses informasi bagi perempuan juga jadi salah satu tuntutan dari 'puisi cinta' itu.

“Pemerintah hanya memikirkan soal punishment kepada pelaku kekerasan, tetapi pelayanan kepada korban belum maksimal. Paling tidak layanannya menyeluruh atau holistik, sehingga pemulihan korban akibat kekerasan itu bisa selesai,” jelas Ani.

Meski sudah ada Pelayanan Terhadap Perempuan Anak Kota Surakarta (PTPAS), kata Ani, masih belum mencukupi. Sebab, layanan yang tertuang dalam perjanjian kerja sama (MOU) dan nota kesepakatan itu sudah berakhir dan telah memengaruhi pelayanan pada korban. Untuk itu, dirinya berharap pemerintah untuk lebih memperhatikan terkait kondisi tersebut.

“Beberapa kasus yang masuk ke UPT PTPAS itu penyelesaiannya kurang cepat. Padahal kebutuhan korban perlu respon yang cepat,” pungkasnya. (vin)

(way)