Entertainment

Witri Wahyu Lestari, Penemu Green Diesel yang Kembali Mendunia

Profil dan Tokoh

28 Februari 2018 15:22 WIB

Dr. Witri Wahyu Lestari, Penemu Green Diesel. (solotrust.com/mia)

SOLO, solotrust.com- Siapa bilang wanita adalah makhluk yang lemah. Seorang ilmuwan wanita asal Indonesia belum lama ini berhasil menorehkan prestasi membanggakan di tingkat dunia. Dia adalah Dr. Witri Wahyu Lestari.

Dosen FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) itu baru saja memenangkan penghargaan bergengsi the OWSD Elsevier-Foundation Awards for Early-Career Woman Scientists in the Developing World 2018. Dia berhasil menyisihkan ilmuwan dari berbagai negara Asia Pasifik, seperti India, Pakistan, China, Iran, Bangladesh, Nepal, Philipina, Turki, Srilanka, Malaysia, Myanmar, Vietnam, Thailand dan Uzbekistan.



Penghargaan tersebut diraih Witri berkat publikasi penelitiannya tentang organologam dan kimia koordinasi, khususnya jenis material Metal-Organic Frameworks (MOFs) dengan aplikasinya dalam bidang pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals). Menurut Witri, penelitiannya itu dapat digunakan sebagai dasar untuk menciptakan berbagai inovasi industri yang ramah lingkungan.

"Misalnya buat bagaimana mengalihkan minyak bumi ke sumber energi alternatif lain. Kalau yang lingkungan, bagaimana mengurangi polusi. Termasuk saya juga aplikasikan untuk drug delivery, karena kalau konsumsi obat overdosis kan jadi resisten. Jadi bagaimana mengontrol obat itu menjadi pelan dan sistematis pada target. Itu pakai material ini bisa," terangnya saat ditemui di kantornya, Senin (26/2/2018).

Dari jenis material Metal-Organic Frameworks (MOFs), Witri sebelumnya pernah mengembangkan sebuah inovasi bahan bakar ramah lingkungan yang dinamakan Green Diesel atau bisa disebut sebagai generasi kedua biodiesel.

Green diesel terbuat dari olahan minyak kelapa sawit dengan katalis zeolite alam termodifikasi. Beda dari bahan bakar lainnya, Witri menjelaskan bahwa green diesel memiliki banyak kelebihan diantaranya mesin tidak cepat korosi dan emisi karbonnya juga lebih rendah.

Witri sendiri mengaku mulai mengenal material Metal-Organic Frameworks (MOFs)  sejak menempuh pendidikan S-2 dan S-3 di Universitas Leipzig, Jerman selama 7 tahun. Sejak itulah, dia lalu memutuskan untuk mendalaminya.

"Kan profesor saya organometalik. Ketika S-2 dan S-3 itu, MOFs itu topik yang lagi hot. Maksudnya ilmu baru yang lagi hot. Dan kebetulan saya dikasih topik itu sama profesor saya. Dan tesis dan disertasi saya tentang itu," kata wanita yang tengah hamil besar ini.

Di Indonesia sendiri, lanjut Witri, Metal-Organic Frameworks (MOFs) masih langka dipelajari. Pasalnya, MOFs termasuk ilmu baru dalam Kimia. "Sebenarnya saya lulusan pertama di bidang itu di Indonesia. Jadi mungkin dapat awards gara-gara itu," ujarnya sembari tertawa.

Karena pengetahuan tentang MOFs belum berkembang di Indonesia, ketika ingin mengembangkan ilmu tersebut di Indonesia, Witri pun menghadapi banyak tantangan. Misalkan saja seperti akses jurnal yang terbatas sampai fasilitas yang kurang menunjang. Namun hal itu tak membuatnya patah arang. Ia yakin masih bisa mengembangkan penelitiannya meski dengan fasilitas seadanya.

Berkat kegigihannya, Witri pun berhasil beberapa mencetak prestasi di tingkat internasional. Selain the OWSD Elsevier-Foundation Awards, ia juga pernah menerima fellowship dari L'Oreal-UNESCO for Women In Science National untuk kategori Material Science 2014. (mia)

(wd)