Entertainment

Mengenal LMKN, Lembaga yang Kelola Royalti Musik di Indonesia

Musik & Film

11 April 2021 10:03 WIB

Tangkapan layar website Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), lmkn.id

Solotrust.com - Pada 30 Maret 2021, Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik.

Salah satu ketentuan dalam PP tersebut adalah kewajiban pembayaran royalti bagi setiap orang yang menggunakan lagu dan/atau musik secara komersial ataupun layanan publik.



Royalti tersebut dibayarkan kepada pencipta atau pemegang hak cipta lagu dan/atau musik melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).

"Setiap orang dapat melakukan penggunaan secara komersial lagu dan atau musik dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial dengan membayar royalti kepada Pencipta, Pemegang Hak Cipta, dan atau pemilik Hak Terkait melalui LMKN," demikian dikutip dari Pasal 3 ayat (1) PP tersebut.

 

Berdasarkan Pasal 1 ayat (11), LMKN adalah lembaga bantu pemerintah

nonAPBN yang dibentuk oleh Menteri berdasarkan

Undang-Undang mengenai Hak Cipta yang memiliki

kewenangan untuk menarik, menghimpun, dan

mendistribusikan Royalti serta mengelola kepentingan

hak ekonomi Pencipta dan pemilik Hak Terkait di bidang

lagu dan/atau musik.

 

Terkait sejarahnya, pendirian LMKN didasarkan pada Undang Undang No 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.

"Mengamanahkan didirikannya LMKN (Lembaga Manajemen Kolektif Nasional) untuk Menangani pengumpulan royalti musik di Indonesia. Pada tanggal 20 Januari 2015, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (menkumham) Yasonna H. Laoly melantik Komisioner Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) Pencipta dan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) Hak Terkait. Masa jabatan Komisioner LMKN Pencipta dan LMKN Hak Terkait selama tiga tahun dan dapat dipilh kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya," demikian bunyi UU itu.

LMKN melayani semua genre musik yakni musik tradisional, blues, rock, dangdut, country, dance, musik religius, film & tv, indie, jazz, latin, pop, R&B/Hip Hop & theatre.

Sementara itu, berdasarkan Pasal 3 ayat (2), bentuk layanan publik yang bersifat komersial itu berupa seminar dan konferensi komersial; restoran, kafe, pub, bistro, kelab malam, dan diskotek; konser musik; pesawat udara, bus, kereta api, dan kapal laut; pameran dan bazar; bioskop; nada tunggu telepon; bank dan kantor; pertokoan; pusat rekreasi; lembaga penyiaran televisi; lembaga penyiaran radio; hotel, kamar hotel, dan fasilitas hotel; dan usaha karaoke.

Berdasarkan ketentuan Pasal 14, royalti yang dihimpun LMKN tersebut akan digunakan untuk tiga hal, yakni didistribusikan kepada pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait yang telah menjadi anggota LMKN; dana operasional; dan dana cadangan.

Sedangkan untuk pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang secara komersial menggunakan lagu dan/atau musik, pemerintah memberikan keringanan tarif royalti, sebagaimana bunyi Pasal 11 Ayat (1). (Lin)

(wd)