Hard News

Begini Tanggapan GPK soal Gerakan di Rumah Saja Sabtu – Minggu

Jateng & DIY

30 Maret 2021 08:54 WIB

Suasana kegiatan Harlah GPK pada Minggu (28/3/2021).

SOLO, solotrust.com- Gerakan di rumah saja Sabtu-Minggu ditanggapi beragam oleh masyarakat Solo, hal yang sama juga diutarakan oleh pimpinan Gerakan Pemuda Ka’bah (GPK) kota Solo Nurul huda.

“Kita semua mengetahui virus corona merajalela luar biasa bahkan orang yang terindikasi / reaktifpun tidak mengetahuinya.” Ucapnya dalam rilis yang diterima redaksi, Senin (29/3/2021).



Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo telah menerbitkan Surat Edaran (SE) tentang pelaksanaan gerakan "Jateng di Rumah Saja" pada 6-7 Februari 2021. SE Gubernur Jateng itu bernomor 443.5/0001933 tentang Peningkatan Kedisiplinan dan Pengetatan Protokol Kesehatan pada Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Tahap II. Edaran tersebut telah disampaikan kepada seluruh pemerintah daerah di Jateng sebagai dasar membuat regulasi di kota/kabupaten masing-masing.

“Pertanyaannya adalah apakah semua efektif untuk masing – masing daerah tidak gebyah uyah saja,” ujar Nurul huda

Menurutnya semua harus dikaji lebih mendalam, di sisi lain tidak bermaksud mengenyampikan bahaya dari corona itu sendiri.

Ganjalan yang perlu dipikirkan juga adalah dampak sektor ekonomi, apakah setiap daerah mampu memikulnya.  Masyarakat Indonesia utamanya warga Solo kebanyakan bergerak di sektor non formal dengan pendapatan perkapita kelas menengah bahkan di bawahnya, banyak industri tutup dan PHK dimana – mana, mereka berupaya memenuhi hidup pokoknya dengan berjualan dari HIK angkringan, jualan olahan rumahan dll.

Senada dari pemberlakuan itu seorang Ahli Epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono mengatakan, lockdown akhir pekan dinilai tidak efektif dalam menekan penyebaran Covid-19.  masa inkubasi virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan Covid-19 adalah 14 hari. Jika hanya ada dua hari pembatasan pergerakan, misalnya Sabtu-Minggu, maka hari ketiga bisa tetap terjadi penularan.

Lockdown bukan bertujuan membatasi pergerakan orang, tetapi untuk memaksimalkan pelacakan dan tes untuk orang yang pernah kontak erat dengan kasus positif.

“Bukan sekedar kita menolak, tapi mari kita juga pikirkan solusi bersama utamanya soal kebutuhan primer masyarakat utamanya warga Solo yang harus terpenuhi, mungkin pembatasan jam berjualan, memaksimalkan aparat lebih aktif menindak tongkrongan anak – anak motor dipinggir – pinggir jalan yang masih saja terjadi dan mendisiplinkan 3 M secara aktif bahkan saksi denda.” Ungkapnya.

()