Pend & Budaya

Butet Kartaredjasa Kenang Berdirinya Padepokan Bagong Kussudiardja

Budaya

3 Oktober 2020 20:31 WIB

Butet Kartaredjasa (Foto: Instagram-@masbutet)

Solotrust.com - 42 tahun merupakan usia matang dan sudah tidak muda lagi. Banyak pengalaman pahit maupun manis, suka maupun duka dialami selama perjalanan waktu itu. Demikian halnya dengan sebuah padepokan seni yang telah melahirkan ratusan, bahkan mungkin ribuan orang yang setia berkarya mewarnai perjalanan berdirinya tempat tersebut.

Ya, Padepokan Seni Bagong Kussudiardja telah menginjak usia 42 tahun. Padepokan berlokasi di Desa Kembaran, Tamantirto, Kasihan, Bantul didirikan seorang seniman maestro Bagong Kussudiardja pada 3 Oktober 1978.



Butet Kartaredjasa, salah seorang anak Bagong Kussudiardja di akun Instagramnya, @masbutet mengenang kembali saat ayahnya mendirikan padepokan yang kini masih kokoh berdiri dan menggelar berbagai program kesenian.

"Pak Bagong ketika itu baru berusia 50 tahun mendirikan sebuah Padepokan Seni," tulis Butet Kartaredjasa pada postingannya, Jumat (03/10/2020).

Diungkapkan, saat itu desa yang semula sepi, suasananya menjadi ramai didatangi banyak seniman serta para tokoh penting di bidang pendidikan dan kebudayaan.

"Sebuah keputusan nekat. Tanpa modal harta, tanpa keahlian di bidang pedagogi. Hanya karena gara-gara dua tahun sebelumnya melihat kehidupan pesantren di Pabelan, Mungkid, Magelang lantaran beliaunya ikut syuting film 'Al-Kautsar' di situ," lanjut Butet mengenang kembali awal ketertarikan ayahnya mendirikan sebuah padepokan.

Suasana rukun penuh adab kesantunan di pesantren, mendasari mendiang Bagong Kussudiardja membuat sebuah padepokan yang kelak mengajarkan kesenian dengan porsi 70 persen praktik dan 30 persen teori.

"Kalau di pesantren dari subuh sampai malam orang belajar agama. Nanti di padepokan dari subuh sampai malam latihan seni, berpikir seni, mengolah, dan berkarya seni," tulis Butet Kartaredjasa menceritakan apa yang pernah dikatakan ayahnya pada suatu masa. (dd)

Lihat postingan ini di Instagram

ULTAH PADEPOKAN. Hari ini 42 tahun lalu, desa Kembaran, Tamantirto, Kasihan, Bantul, yang biasanya sunyi mendadak gumregah. Ramai dikunjungi banyak tamu, terutama seniman2 dan tokoh2 penting di bidang pendidikan dan kebudayaan. Juga ramai bunyi gamelan mengiringi tarian, umbul2 dan kemeriahan lainnya. Saat itu, 3 Okt 1978, Pak Bagong - ketika itu baru usia 50 - resmi mendirikan sebuah Padepokan Seni. Sebuah keputusan nekad. Tanpa modal harta, tanpa keahlian di bidang pedagogi. Hanya gara2 dua tahun sebelumnya ngelihat kehidupan pesantren di Pabelan, Mungkid, Magelang, lantaran beliaune ikut shoting film “Al Kautsar” di situ. Ber-hari2 hidup di pesantren, Pak Bagong yang Kristen kepincut kehidupan komunal dan sistem pendidikan pesantren. Terpesona melihat ketekunan santri, juga kehangatan santri dan gurunya membangun relasi. Akrab, rukun, penuh adab dan kesantunan. Pak Bagong membatin, pengin bikin “pesantren” tapi fokusnya belajar seni saja: 70% praktik dan 30% teori. “Kalau di pesantren dari subuh sampe malam orang belajar agama, nanti di padepokan dari subuh sampe malam: latihan seni, berpikir seni, mengolah dan berkarya seni.” Dan waktu terus bergulir. Tak terasa sekarang sudah usia nyaris setengah abad, 42. Bertahap, satu per satu mereka yang mengawali Padepokan - Pak Bagong, Bu Bagong, Rama Ndung, Mbak Ida, Mas Edhie, Mas Topo, Heru Kesawa Murti, Djaduk, Mas Gito, Pak Hardji, Mbak Yani, Mas Nono, Bagong Sukarjo, Pak Mardjo, Mas Handoyo, dll - berangkat sowan Gusti. Di ultah PSBK hari ini, saya ingin mengenang mereka. Umbul donga tanpa “Uasuwok”. 🙏🙏🙏

Sebuah kiriman dibagikan oleh Butet Kartaredjasa (@masbutet) pada


(redaksi)