Pend & Budaya

Cerita Petilasan Ki Ageng Pemanahan dan Pasar Burung Depok

Budaya

18 Agustus 2020 22:33 WIB

Petilasan tempat laku tapa brata Ki Ageng Pemanahan

Solotrust.com - Di Pasar Depok Manahan, Solo terdapat sebuah petilasan Ki Ageng Pemanahan. Dahulu menjadi tempat kerap digunakan tapa brata Ki Ageng Pemanahan tatkala menjadi Lurah Tam-Tama Senopati Kasultanan Pajang.

"Desa Manahan ini disebut demikian dari nama Ki Ageng Pemanahan sehingga banyak orang sering menyebutnya Manahan (dari nama Ki Ageng Pemanahan)," tutur Bejo ketua RT setempat, Bejo yang juga pengurus petilasan Ki Ageng Pemanahan kepada solotrust.com, Senin (17/08/2020).



"Nama Depok muncul saat Ki Ageng Pemanahan mandepok di sini. Jadi disebut Depok Manahan (tempat bertapanya Pemanahan)," jelasnya lebih lanjut.

Bejo mengatakan, di tempat yang sekarang sebagian besar menjadi lahan parkir Pasar Depok, Ki Ageng Pemanahan pernah melakukan tapa brata sebelum akhirnya mendapatkan hadiah Alas Mentaok dari Sultan Hadiwijaya.

Di tempat yang sekarang sudah diberi tanda berupa pagar besi di area parkir Pasar Burung Depok, Ki Ageng Pemanahan mendapatkan wisik kelak anak keturunannya akan memimpin sebuah kerajaan besar di tanah Jawa.

Di seputaran Pasar Depok, selain tempat bertapa Ki Ageng Pemanahan di bawah pohon beringin belu berusia sekira 600 tahun, juga terdapat peninggalan Ki Ageng Pemanahan lainnya berupa kolam mata air atau sendhang. Mata air ini biasa digunakan Ki Ageng Pemanahan untuk membersihkan diri serta tempat untuk wudu.

Sampai saat ini, kedua tempat itu masih menunggu perhatian pemerintah kota untuk dirawat. Butuh perhatian serius untuk melestarikan keberadaan situs bersejarah di seputaran Pasar Depok Manahan.

Untuk diketahui, Ki Ageng Pemanahan merupakan ayah dari Danang Sutowijoyo atau Panembahan Senopati dan juga putra Ki Ageng Henis. Ki Ageng Pemanahan menurunkan raja-raja di tanah Jawa.

Ki Ageng Pemanahan mendapatkan tanah perdikan di Alas Mentaok oleh Sultan Hadiwijaya setelah bersama Ki Penjawi dan Danang Sutowijoyo turut menaklukkan Arya Penangsang, sesuai permintaan Keraton Demak dalam hal ini Ratu Kalinyamat usai Arya Penangsang membunuh suami Ratu Kalinyamat, Pangeran Hadiri dan Sunan Prawoto yang menggantikan Sultan Trenggono raja Kerajaan Demak.

Ki Juru Martani yang juga ipar Ki Ageng Pemanahan berperan mengatur strategi, pada akhirnya membuat Arya Penangsang harus meregang nyawa lewat sebuah pertarungan sengit dengan Danang Sutowijoyo. Ki Juru Mertani pula yang menyampaikan kepada Sultan Hadiwijaya pembunuh Arya Penangsang ialah Ki Ageng Penjawi dan Ki Ageng Pemanahan. Keduanya mendapatkan tanah perdikan di daerah Pati untuk Ki Penjawi dan Alas Mentaok untuk Ki Ageng Pemanahan.

Ki Ageng Penjawi terlebih dahulu mendapatkan hadiahnya, sementara Ki Ageng Pemanahan masih menunggu mendapatkan hadiahnya berupa Alas Mentaok. Hal ini tak lain karena Sultan Hadiwijaya mendapatkan ramalan dari Sunan Giri Prapen bahwa di daerah Mataram akan muncul sebuah kerajaan yang lebih dari Kerajaan Pajang. Ramalan ini membuat resah dan ragu Sultan Hadiwijaya sehingga tanah yang seharusnya sudah menjadi hak Ki Ageng Pemanahan tak juga diberikan. (dd)

(redaksi)