Ekonomi & Bisnis

Cegah Resesi Ekonomi, Pemerintah Lakukan 5 Langkah Extraordinary

Ekonomi & Bisnis

3 Agustus 2020 09:58 WIB

Ilustrasi.

 

JAKARTA, solotrust.com- Pemerintah bersiap mengambil sejumlah langkah luar biasa atau extraordinary untuk mencegah perekonomian masuk ke dalam jurang resesi dan sekaligus mendorong pemulihan ekonomi pada kuartal tiga dan empat 2020. Presiden Joko Widodo atau Jokowi optimistis bahwa Indonesia akan menjadi negara dengan pemulihan ekonomi tercepat setelah Cina pada 2021 mendatang.



"Indonesia diproyeksikan masuk ke kelompok dengan pemulihan ekonomi tercepat setelah Tiongkok. Kalau proyeksi benar, saya kira patut kita syukuri," kata Jokowi saat membuka rapat terbatas via telekonferensi, Selasa (28/7/2020).

Prediksi tersebut didasari oleh proyeksi berbagai lembaga keuangan internasional. Misalnya, IMF memperkirakan perekonomian dunia tumbuh sebesar 5,4 persen dan diikuti proyeksi Bank Dunia sebesar 4,2 persen. Sementara, OECD memprediksi pertumbuhan ekonomi global akan berkisar di rentang 2,8 persen hingga 5,2 persen.

Untuk mencapai pemulihan ekonomi dari dampak Covid-19 itu, Tempo mencatat setidaknya ada lima upaya yang dilakukan pemerintah yang pada tahun ini dan yang akan dilakukan pada tahun depan.

 

1. Belanja Besar-besaran

Pemerintah berencana melakukan belanja besar-besaran untuk menghadapi ancaman resesi yang bakal datang. "Sehingga permintaan dalam negeri meningkat dan dunia usaha tergerak untuk berinvestasi," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers penempatan dana di Bank Pembangunan Daerah (BPD) di Jakarta, Senin (27/7/2020).

Dengan cara ini, kata Airlangga, maka kontraksi ekonomi akibat efek domino Covid-19 bisa diredam. Sebab, Indonesia kini tengah berjuang agar tidak masuk ke jurang resesi ekonomi. Beberapa negara sudah masuk resesi, seperti Singapura dan Korea Selatan.

Di lain kesempatan, Presiden Jokowi menyebut belanja pemerintah menjadi instrumen yang dapat dijadikan daya ungkit untuk memulihkan ekonomi di saat krisis, seperti saat ini akibat pandemi Covid-19. “Dalam situasi krisis seperti ini belanja pemerintah menjadi instrumen untuk daya ungkit,” ujar Presiden di Istana Kepresidenan Bogor, Selasa (28/7/2020).

Dalam rapat tersebut, dia mengatakan APBN tercatat hanya berkontribusi kurang lebih 14,5 pada PDB negara. Kepala Negara mengatakan sektor swasta dan UMKM dapat dipulihkan kembali dengan stimulus.

 

2. Pembentukan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional

Pemerintah telah membentuk Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi yang dipimpin oleh Airlangga Hartarto selaku Ketua Komite Kebijakan dan Erick Thohir selaku Ketua Pelaksana. Di bawahnya, ada Satuan Tugas Penanganan Covid-19 yang diketuai Doni Monardo dan Satgas Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Nasional yang diketuai Budi Gunadi Sadikin.

Budi Gunadi mengatakan salah satu pesan Jokowi kepada komiter tersebut adalah agar penanganan kesehatan dan ekonomi terus berjalan sinergi. Ia mengatakan alokasi fiskal untuk memulihkan kondisi ekonomi akan terus dikeluarkan selama sektor kesehatan belum selesai. Sampai hari ini, anggaran yang sudah disiapkan mencapai Rp 695 triliun. Dengan sinergi ini, komitmen fiskal tersebut lama-lama bisa menurun.

Selain itu, arahan dari Jokowi kepada komite adalah untuk memastikan pertumbuhan ekonomi pada kuartal tiga 2020 tetap terjaga. Kuartal tiga adalah momentum Indonesia jatuh ke jurang resesi atau tidak. Sebab, kuartal dua, ekonomi diperkirakan sudah tumbuh minus 4,3 persen.

 

3. Program Bantuan ke UMKM

UMKM menjadi salah satu sektor yang terpukul paling awal akibat pandemi Covid-19. Untuk itu, pemerintah menyiapkan berbagai program untuk mengungkit sektor ini bergeliat kembali. Sebelumnya, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan restrukturisasi dan subsidi bunga kredit bagi UMKM.

Saat ini, Satgas Pemulihan dan Transformasi Ekonomi menyiapkan dua program lain, antara lain bantuan UMKM produktif dan kredit berbunga rendah. Program bantuan UMKM produktif akan diberikan dalam bentuk grant dan bukan pinjaman.

Rencananya, bantuan yang akan diberikan adalah sebesar Rp 2,4 juta per orang. Budi Gunadi mengatakan bantuan itu diharapkan tak hanya dipergunakan untuk kehidupan sehari-hari, melainkan juga untuk mulai berusaha. Program tersebut menyasar hingga 12 juta pelaku UMKM.

Adapun selanjutnya adalah program kredit berbunga rendah yang akan dilakukan menggunakan mekanisme yang sudah ada dan bakal ditargetkan kepada pengusaha-pengusaha, khususnya yang terkena pemutusan hubungan kerja dan pemilik usaha rumah tangga. 

Program itu direncanakan terintegrasi degan program bantuan UMKM produktif. "Kredit ini diharapkan besarnya Rp 2 juta untuk masing-masing keluarga dan kami bisa tambahkan sesuai kebutuhan modal kerja mereka," kata Budi.

 

4. Penempatan Dana di Perbankan

Upaya lainnya yang dilakukan pemerintah untuk memutar kembali roda ekonomi, antara lain dengan melakukan penempatan dana di perbankan. Penempatan yang telah dilakukan pemerintah adalah Rp 30 triliun di Himpunan Bank Milik Negara, serta Rp 11,5 triliun di Bank Pembangunan Daerah.

Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan penyaluran kredit perbankan sudah mulai membaik seiring dengan adanya penempatan dana pemerintah tersebut. "Dalam konteks pemulihan, sudah ada penempatan dana pemerintah Rp 30 triliun di Bank Himbara, terasa sekali minat penarikan kredit baru mulai membaik," ujar Kartika dalam diskusi daring, Selasa (28/7/2020).

Hal ini, menurut dia, dibuktikan dengan adanya penyaluran kredit yang cukup besar dari bank-bank penerima penempatan dana tersebut. "Setelah adanya penempatan dana Rp 30 triliun di akhir Juni, ini sebulan kemudian para bank sudah menyalurkan dalam skala yang cukup besar," ujar bekas Direktur Utama Bank Mandiri itu.

Secara keseluruhan, hingga 22 Juli 2020, Kartika mengatakan penyaluran kredit dari penempatan dana di Himbara telah mencapai Rp 43,5 triliun kepada 518.797 debitur. Angka tersebut adalah 145 persen dari total dana yang ditempatkan pemerintah.

 

5. Penjaminan Kredit Modal Kerja untuk Korporasi

Pemerintah telah meluncurkan program-program penjaminan pemerintah kepada korporasi padat karya dalam rangka pemulihan ekonomi nasional. “Perbankan telah menandatangani perjanjian penjaminan terutama untuk sektor padat karya yang merupakan sektor yang banyak memperkerjakan pekerja," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam siaran langsung, Rabu (29/7/2020).

Sesuai dengan PP 43/2019 dan/atau padat karya sesuai PMK 16/2020, fasilitas penjaminan kredit modal kerja korporasi ditujukan kepada pelaku usaha korporasi yang memiliki usaha berorientasi ekspor dan/atau padat karyayang memiliki minimal 300 karyawan.

Pelaku usaha korporasi yang dijamin tidak termasuk kategori BUMN dan UMKM, dan tidak termasuk dalam daftar kasus hukum dan/atau tuntutan kepailitan serta memiliki performing loan lancar sebelum terjadinya pandemi Covid-19.

Besaran tambahan kredit modal kerja yang dijamin bernilai antara Rp 10 miliar sampai dengan Rp 1 triliun. Dalam skema penjaminan kredit modal kerja korporasi, porsi penjaminan sebesar 60 persen dari kredit, namun untuk sektor-sektor prioritas porsi yang dijamin sampai dengan 80 persen dari kredit.

Selanjutnya, pemerintah menanggung  pembayaran imbal jasa penjaminan sebesar 100 persen atas kredit modal kerja sampai dengan Rp 300 miliar dan 50 persen untuk pinjaman dengan plafon Rp 300 miliar sampai Rp 1 triliun. Skema penjaminan direncanakan berlangsung hingga akhir 2021 dan diharapkan dapat menjamin total kredit modal kerja yang disalurkan perbankan hingga Rp 100 triliun. #teras.id



(wd)