Hard News

Negara Didorong Dapat Menjaga Daya Hidup Pers di Tengah Pandemi

Sosial dan Politik

16 Mei 2020 11:23 WIB

Ilustrasi. (pixabay)

 

JAKARTA, solotrust.com- Dewan Pers bersama Asosiasi Perusahaan Media dan Asosiasi Profesi Media meminta tujuh insentif dari pemerintah untuk perusahaan pers di tengah pandemi Covid-19. Permintaan insentif ini didukung banyak pihak.



Peneliti kajian media dari Universitas Padjadjaran, Justito Adiprasetio mengatakan pemerintah bertanggung jawab menjaga daya hidup media di tengah pandemi Covid-19 saat ini. Insentif ini harus dipandang sebagai tanggung jawab pemerintah menjaga demokrasi.

"Jurnalisme itu adalah salah satu backbone demokrasi. Tanggung jawab pemerintah untuk menjaga demokrasi, menjaga media," kata Adi kepada Tempo, Jumat (15/5/2020) malam.

Pemerintah, kata Adi, memiliki tanggung jawab terbesar untuk menjaga demokrasi dan daya hidup media terlebih di tengah pandemi sekarang. Sebab, sumber daya paling besar saat ini pun ada pada pemerintah.

Tujuh permintaan insentif yang diusulkan Dewan Pers, yakni subsidi harga kertas, subsidi tagihan listrik untuk bulan Mei hingga Desember 2020, kredit berbunga rendah dan berjangka panjang di bank pelat merah, penangguhan tagihan BPJS Ketenagakerjaan.

Kemudian keringanan pembayaran PPh badan, pemberian iklan sosialisasi penanganan Covid-19 di media massa nasional, dan memaksimalkan pungutan PPh dari perusahaan platform global yang beroperasi di Indonesia seperti Google, Facebook, Youtube, Twitter, Instagram, dan Microsoft.

Adi mengatakan bisnis media termasuk sektor yang terimbas pandemi. Sejumlah koran terganggu penerbitannya. Sebagian menemukan jalan dengan integrasi ke situs online yang dimiliki, sebagian lainnya masih tersendat.

Ia mengakui ada kritik terhadap media mengenai permintaan insentif ini. Kritik itu misalnya mengenai kualitas jurnalisme Indonesia yang dianggap kerap mengkritik pemerintah dengan nyinyir.

Menurut Adi, kualitas buruk jurnalisme adalah persoalan lain. Ia juga mengingatkan buruknya kualitas jurnalisme di Indonesia salah satunya disebabkan oligarki media. Oleh karena itu, ia mengingatkan jangan sampai pemberian insentif untuk media berlebihan dan malah menguntungkan oligarki media itu sendiri.

Menurut dia, visi usul Dewan Pers itu adalah demi memastikan media dapat bertahan hidup dan menanggung pekerja. Insentif itu tidak bisa dipandang sebagai charity (amal), karena kasihan.

“Pemerintah berikan insentif terhadap media agar media bisa tetap menjalankan fungsinya di dalam demokrasi," kata dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad ini.

Upaya Dewan Pers dan sejumlah asosiasi perusahaan media meminta insentif dari pemerintah mendapat dukungan dari Komisi Komunikasi atau Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat. Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid mengatakan, sudah ada pertemuan tripartit antara Komisi I, Dewan Pers, dan Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto terkait hal ini.

"Sudah ada keringanan pajak fasilitas," kata Meutya

Tinggal masing-masing media berkomunikasi dengan Dirjen Pajak mengenai pelaksanaannya, atau Dewan Pers yang berkonsultasi dengan Dirjen Pajak.

Meutya mengatakan usulan lain masih harus dibicarakan. Namun dia mendukung pemberian insentif itu. Ia mengatakan pers juga memiliki peran besar memberikan informasi, terutama di masa pandemi.

"Untuk peran besar tersebut saya rasa insentif layak diberikan kepada industri pers, tentu mengikuti aturan yang berlaku," kata politikus yang juga mantan jurnalis ini.

Ketua Komisi Hubungan Antar-Lembaga dan Luar Negeri Dewan Pers Agus Sudibyo mengatakan akan mendorong agar tujuh usulan ini bisa segera ditindaklanjuti. Menurut Agus, perjuangan serupa juga dilakukan organisasi dan asosiasi pers di berbagai negara. #teras.id



(wd)

Berita Terkait

Berita Lainnya