Hard News

Banyak yang Uzur, Talud Sungai di Solo Harus Diganti Beton Bertulang

Jateng & DIY

13 Januari 2020 11:01 WIB

Dua warga membersihkan sungai di Kelurahan Joglo, Jumat (03/01/2020)

SOLO, solotrust.com – Sejumlah talud sungai di Kota Solo dinilai masih banyak yang rawan ambrol atau longsor, mengingat usia sudah terbilang uzur. Mengantisipasi kasus talud longsor akibat luapan air saat curah hujan tinggi, perlu ada pembaharuan menyeluruh dengan beton bertulang.

Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPU PR) Solo, Arif Nurhadi, mengatakan secara struktur perlu dilakukan perbaikan dengan beton bertulang pada talud-talud sungai di Kota Solo yang dibangun sejak zaman penjajahan Belanda. Beton bertulang dinilai memiliki umur panjang hingga seratus tahun ke depan.



“Saya yakin kalau diganti konstruksi dengan beton bertulang, masalah bisa terselesaikan untuk 50 sampai seratus tahun yang akan datang. Kalau saat ini memperbakinya sepotong-sepotong di lokasi kerusakan sesuai anggara yang tersedia,” kata dia, Senin (13/01/2020)

Adapun yang menjadi kelemahan, menurut Arif Nurhadi adalah analisis potensi yang belum bisa terdeteksi saat musim kemarau. Saat musim hujan debit air meningkat baru terlihat kerusakan. Potensi talud ambrol atau longsor cukup tinggi jika curah hujan tinggi.

“Talud banyak yang rawan karena dibangun sejak zaman Belanda. Kan semua sistem pada waktu zaman Belanda di buang ke Bengawan Solo, untuk yang Serengan dan sebagainya kalau mau ke Bengawan Solo sekaligus mengakomodasi yang di kota, sehingga kemudian dibuat sudetan dari Serengan melalui kota kemudian masuk ke Sangkrah. Itu untuk mengantisipasi yang di dalam .kota,” bebernya

Perlu dilakukan perawatan intensif terhadap sungai-sungai di Kota Solo, baik dari pemerintah Kota (Pemkot) Solo, Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo, dan masyarakat. Salah satunya melakukan normalisasi sungai yang masih jarang dilakukan.

“Potensi ambrol bisa karena curah hujan tinggi, aliran dari Boyolali, Sukoharjo, dan sebagainya. Kondisi sungai dapat dikatakan kurang terawat, misalkan ada yang perlu dinormalisasi, baik dikeruk bawahnya atau pendangkalan di sampingnya masih jarang dilakukan. Kesadaran masyarakat kurang, keterbatasan pemerintah untuk alokasi dana,” ucapnya. (adr)

(redaksi)