Pend & Budaya

Usulan Pembuatan Rumah Kebudayaan Tuai Kritik Seniman

Budaya

4 Desember 2019 02:03 WIB

Diskusi Rembug Rumah Kebudayaan Jawa Tengah se-eks Karesidenan Surakarta di Ruang Rapat Wisma Seni Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT)

Solotrust.com - Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah bekerja sama dengan Yayasan Lembaga Gerak Pemberdayaan (LeGEPE) dari Semarang mengadakan diskusi Rembug Rumah Kebudayaan Jawa Tengah se-eks Karesidenan Surakarta di Ruang Rapat Wisma Seni Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT) pada Jumat (28/11/2019). Kegiatan diskusi ini dilaksanakan dalam rangka pengimplementasian Undang-Undang No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.

Hadir sebagai pembicara, LeGEPE ialah Didik Wahyudiono beserta Ripono. Acara awal dibuka Kepala Taman Budaya Jawa Tengah Sumino selaku tuan rumah tempat berlangsungnya acara. Setelah dibuka kepala Taman Budaya Jawa Tengah, acara dimulai dengan dilakukan dialog pembuka dari panitia pelaksana Teguh Prihadi.



Teguh menyampikan harapannya semoga dengan adanya Omah Kebudayaan nantinya bisa menampung arus keinginan dari bawah ke atas, bukan dari atas ke bawah seperti yang biasa terjadi selama ini. Ripono kemudian menjelaskan konsep rumah budaya nantinya harus nyaman bagi semua orang yang menggabungkan olah cipta, rasa, dan karsa berdasarkan gotong royong.

Rumah Budaya nantinya tidak berbentuk fisik dan mempunyai peran mengembangkan nilai-nilai dan menguatkan identitas kebudayaan masyarakat dengan memberikan perlidungan pengakuan dan pengmbangan, serta pelestarian keragaman budaya masyarakat yang hidup dengan memfasilitasi ruang-ruang ekspresi. Selain itu, fungsi dari rumah kebudayaan nantinya sebagai ruang terbuka yang mudah diakses bagi kegiatan-kegiatan, pengembangan yang kritis, kreatif, dan produktif.

Menanggapi adanya keinginan pembentukan rumah kebudayaan Jawa Tengah se-eks karisidenan Surakarta, para seniman yang hadir pada siang menjelang sore hari itu mengemukakan beberapa usul, saran, dan kritik.

Balcius Subono, salah satu seniman senior dan juga dalang mengatakan bahwa apa yang disampaikan dalam penjelasan tersebut tidak mencerminkan seperti harapan yang mengatakan bahwa nantinya aspirasi dari bawah kemudian disampaikan ke atas, namun justru sebaliknya dari atas ke bawah. Dia juga menambahkan pentingnya mendidik anak untuk lebih mempelajari seni budaya dari semenjak dini.

“Prioritas adalah anak-anak (SD dan SMP) sehingga apa yang diinginkan dan dicita-citakan nanti tidak hanya berada di awang-awang,” ucapnya memberi masukan serta mengkritisi apa yang telah disampaikan.

Sementara itu, seniman teater Gigok Anurogo menyampaikan, rumah kebudayaan harus ada bentuk fisik dan penghuninya, bukan hanya abstrak. Sedangkan maestro gerak Suprapto Suryodarmo menyampaikan pasar tradisi sebagai pusat kebudayaan karena dari sana dapat dilihat kehidupan dinamis para pedagang. Selain itu, Mbah Prapto sapaan akrabnya juga menyampaikan tidak melupakan pendampingan yang dilakukan seniman di kampung-kampung. Tak lupa pula dirinya juga menyinggung peranan petani yang terkadang dilupakan. (dd)

(redaksi)