Serba serbi

Transisi Epidemiologi, Beban Biaya Kesehatan Indonesia Membengkak

Olahraga

29 November 2019 18:03 WIB

Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI Anung Sugihantono (depan kiri) saat senam bersama di Kampus UNS, Jumat (29/11/2019)

SOLO, solotrust.com - Negara Indonesia saat ini menghadapi transisi epidemiologi. Hal itu diungkapkan Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI Anung Sugihantono.

Akibatnya, Indonesia bakal mengalami beban ganda penyakit karena terjadi pergeseran pola penyakit, di mana penyakit tidak menular (PTM) meningkat secara signifikan dan menjadi penyebab utama kematian.



"Sedangkan penyakit menular (PM) belum sepenuhnya teratasi dan masih menjadi momok menakutkan, seperti HIV/AIDS, tuberkulosis, malaria, DBD, dan lain-lain," kata Anung Sugihantono kepada wartawan, saat acara pencanangan Kampus Sehat UNS, di kampus setempat, Jumat (29/11/2019)

Lebih lanjut, Anung Sugihantono menjelaskan situasi ini mengakibatkan beban biaya kesehatan di Indonesia membengkak disebabkan PTM.

"Jumlah kerugian ekonomi akibat kematian dini dan sakit, kurang lebih mencapai 1/3 GDP (Gross Domestic Product) Nasional, di mana 70 persennya disebabkan oleh PTM," ungkap dia.

Anung Sugihantono menyampaikan, sejatinya PTM dapat dicegah dengan mengendalikan faktor risikonya, antara lain aktivitas merokok, kurang aktivitas fisik, dan pola makan tidak sehat.

"Hasil Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) 2018 menunjukkan bahwa PTM dan faktor risikonya sebagian besar terjadi pada kelompok usia produktif," ucapnya.

Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) sesuai Instruksi Presiden No 1 Tahun 2017 menjadi upaya pemerintah mempercepat pengendalian PTM.

"Enam kegiatan GERMAS adalah peningkatan aktivitas fisik, peningkatan perilaku hidup sehat, penyediaan pangan sehat dan percepatan perbaikan gizi, peningkatan pencegahan dan deteksi dini penyakit, peningkatan kualitas lingkungan dan peningkatan edukasi hidup sehat," pungkas Anung Sugihantono. (adr)

(redaksi)