Entertainment

Rendra Bagus Pamungkas, Pungut Makanan dari Tong Sampah demi Bertahan Hidup

Musik & Film

3 November 2019 14:10 WIB

Rendra Bagus Pamungkas (Google)

KARANGANYAR, solotrust.om - Kecintaannya terhadap seni peran dari kecil membuat Rendra Bagus Pamungkas selalu total dalam memainkan sebuah peran, baik dalam dunia teater maupun dunia film. Ditemuisolotrust.com usai acara "Sala Monolog 2019" di Studio Plesungan, baru-baru ini, Rendra menceritakan kisah tentang kecintaan dirinya yang begitu mendalam terhadap dunia seni peran.

“Saya mencintai dunia seni peran itu sudah lama. Maksudnya, saya dikenalkan dunia seni peran semenjak kecil oleh kakak perempuan saya, oleh lingkungan keluarga saya. Sebab saat itu kakak perempuan saya adalah orang teater. Saya sering dijadikan partner buat latian,” cerita pemeran Darsono di film Tjokroaminoto garapan Garin Nugroho ini mengawali kisahnya.



“Dari situ, saya mulai mengetahui bahwa ada seni peran. Karena dulu waktu kecil lewat radio, saya sering mendengarkan ludruk, sandiwara radio, itu melekat kuat dalam diri saya,” sambung Rendra.

Rendra juga mengisahkan ketika kecil yang hanya mempunyai radio saja. Dari situlah ia menyukai dunia seni peran karena bisa membuatnya berimajinasi. 

Dari sanalah kemudian Rendra memutuskan untuk naik panggung dan pentas teater pada 1996 dengan naskah Juru Kunci karangan Susilo ‘Den Baguse Ngarso’. Dari sanalah, Rendra mendapatkan pengalaman pentas tentang bagaimana rasanya naik panggung, bagaimana melihat penonton senang dan juga bagaimana memainkan peran. Pengalaman naik panggung pertama kalinya itu menjadikan sebuah pengalaman kompleks bagi Rendra. 

Komunitas teater yang diikuti kakak perempuannya di Jombang juga menjadi salah satu inspirasinya, mengingat banyak prestasi diraihnya di berbagai acara teater. Dari sanggar itulah Rendra mulai diajak terlibat untuk belajar pembuatan musikalisasi puisi dan seringkali menonton pertunjukan. 

Saat mulai menginjak bangku SMA, Rendra mulai belajar membuat naskah dan bikin pertunjukan. Dari sana Rendra menemukan kesenangannya yang makin kuat. Setelah dari SMA, Rendra melanjutkan kuliah di ISI Yogyakarta dengan mengambil jurusan teater. Di saat masuk kuliah ini, usaha yang digeluti kedua orang tua Rendra ambruk sehingga mau tidak mau dirinya mesti melakukan kerja apa pun untuk bisa membiayai kuliah dan juga bertahan hidup.

“Usaha keluargaku jatuh, tidak bisa dibiayai kuliah, akhirnya aku memutuskan untuk ngekru, bersihkan WC, ngecat, ngumpulkan botol, kemudian ditukar dengan nasi lodeh satu piring. Dari situ aku survive,“ kenangnya. 

Bagi seorang Rendra, dunia peran menjadi ruang alternatif untuk berdialog dengan diri sendiri karena Rendra seorang yang memiliki sifat pendiam dan lebih sering memendam perasaan. Dunia seni peran atau dunia teater sering dijadikan pelampiasan untuk memuntahkan semua perasaan yang dipendamnya ketika sedang berlatih sendirian. Dari sana akhirnya dirinya biasa mengeksplorasi emosi yang dimilikinya untuk menjadi sebuah bahan latihan. Selama dua hingga empat tahun dirinya berlatih untuk ekplorasi emosi yang dipunyai karena situasi dan keadaan yang tengah dialaminya tersebut hampir selama delapan jam setiap hari.

Karena kondisinya saat itu pula, Rendra harus terus berjuang, maka apa pun dia lakukan. Mulai dari makan mangga yang ada di kampus hingga pernah makan makanan sisa di tong sampah. Kondisi yang terpuruk itu berbarengan dengan pilihan dan keyakinan kuat terhadap seni peran. 

Perjuangan dan pengorbanan cucuran keringat serta air mata pasti suatu saat akan membuahkan hasil. Akhirnya tanpa sengaja dirinya bersinggungan dengan dunia sinematografi. Bermula dari casting pemeran utama sinetron produksi di JTV yang tidak jadi tayang, akhirnya secara perlahan tawaran untuk membantu memainkan peran di film-film indie berdatangan. 

Kehidupan Rendra berubah ketika dirinya mulai menikah. Karena dari menikah orientasi kehidupan Rendra mulai jelas dan tawaran-tawaran untuk main di berbagai film dan juga menjadi acting coach berdatangan. Rendra juga bersyukur karena mendapatkan istri sangat pengertian terhadap dirinya dan juga dunia yang digelutinya selama ini. Rendra juga sangat bersyukur dengan kehidupan sekarang yang jauh berbeda. Meskipun demikian, dirinya terus menerus belajar dari para aktor yang lebih dahulu berkecimpung di dunia perfilman. 

“ Meskipun aku mendapatkan tawaran satu dua scene, tapi dari sana aku akan memaksimalkan satu dua scene tersebut dengan baik,” ujar pemeran utama film Wage yang menceritakan tentang jalan hidup seorang WR Supratman. 

Rendra juga berpesan bahwa apabila ingin mencapai suatu tujuan, konsistensi dalam melakukan sesuatu hal atau pekerjaan itu sangatlah penting sebab pada akhirnya dari konsistensi itulah sampai ke tujuan yang ingin dicapai atau dapat terlihat hasilnya dan di situlah namanya takdir atau sesuatu yang sudah digariskan.

“Konsistensi itu juga harus dibarengi dengan usaha dan doa,” pesan Rendra.

Tanpa itu semua apa yang diinginkan tidak akan tercapai. Selain film Tjokroaminoto dan Wage, pemuda 34 tahun ini juga bermain di film Lampor. Dia juga pernah menjadi asisten casting director film Soegija garapan Garin Nugroho.(dd)

(redaksi)