Ekonomi & Bisnis

Ubi Jalar Petani Tawangmangu Diekspor ke Korea Selatan

Ekonomi & Bisnis

22 Oktober 2019 02:01 WIB

Petani di Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar menanam ubi jalar yang diekspor ke Korea. (Dok. Kementerian Pertanian RI).

Solotrust.com - Kementerian Pertanian (Kementan) mendukung upaya pemerintah Kabupaten Karanganyar untuk mengembangkan produksi ubi jalar di wilayah Tawangmangu, yang merupakan destinasi pariwisata.

Petani di Tawangmangu memproduksi ubi jalar sebagai makanan ringan yang lezat rasanya untuk cemilan pengunjung wisata hingga diekspor ke Korea Selatan.



Hal ini diungkapkan Suwandi, Direktur Jenderal Tanaman Pangan,  saat melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Karanganyar, Jumat (18/10/2019), tepatnya saat meninjau usahatani ubi jalar di Desa Karanglo, Kecamatan Tawangmangu, sebagaimana dikabarkan Kementan via lamannya.

Suwandi mengatakan ubi jalar sebagai pangan alternatif mulai dilirik sebagai usahatani yang menguntungkan. Karena itu, kementan sangat mendukung apa yang dilakukan petani di Tawangmangu.

"Mari kita manfaatkan pangan lokal, pangan lokal itu punya nilai gizi tinggi. Tinggal bagaimana kita bisa mengolahnya supaya ada nilai tambah dan sudah ekspor ke Korea," ujarnya.

Sugiarto, petani ubi jalar menceritakan hasil panen ubi jalar 40 ton per hektar, dengan harga jual Rp3 ribu per kg. Alhasil, penerimaannya kurang lebih Rp120 juta.

"Biaya produksi sekitar Rp40 juta, jadi untung Rp80 juta selama periode 6 bulan," tuturnya.

"Usahatani ubi jalar di daerah ini menjanjikan sekali karena karena rata-rata pendapatan petani per bulan bisa Rp12 juta," tambah Sugiarto.

Wagimin, Koordinator penyuluh pertanian kecamatan Tawangmangu menyebutkan varietas yang diusahakan petani disini biasanya manohara dan ubi Jepang, karena memang varietas ini yang selama ini laku di pasaran.

Usahatani ubi jalar atau juga dikenal dengan nama ketela rambat ini tumpang sari dengan bunga kol dan cabai. Waktu panen bunga kol 58 hari setelah tanam.

"Dengan produksi bunga kol 16 ton dan harga jual Rp 10 ribu per kilogram, hasil dari bunga kol bisa menutupi biaya untuk ubi jalar," bebernya.

Selain mengunjungi lokasi panen, Suwandi bersama rombongannya ikut melihat usaha pengolahan ubi jalar menjadi produk keripik dan kremes.

Suyatno, pengusaha yang berkecimpung di usaha ubi jalar mengatakan keperluan bahan baku ubi jalar segar sekitar 15 ton per hari. 

"Sebanyak itu dipakai untuk 29 pengusaha pengolahan ubi jalar yg produknya yang dipasarkan ke Jakarta, daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur," ungkapnya.

Kunjungan berikutnya adalah ke CV. Makmur Abadi Jaya milik Widodo di desa Puntuk Rejo Kecamatan Ngargoyoso, yang puluhan tahun menjadi eksportir olahan ubi jalar dalam bentuk stik. 

Widodo menjelaskan produknya 100 persen diekspor ke Korea, sekitar 1.800 ton pertahun. Suplai bahan bakunya berasal dari petani ubi jalar di wilayahnya. Pasokan dari petani lancar dan harga bagus, buktinya sudah rutin masuk Korea.

"Usaha pengolahannya mampu membuka lapangan pekerjaan. Ada tenaga kerja warga sini cukup banyak sekitar 60 orang yang kami pekerjakan disini," sebutnya.

Di tempat yang sama, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Karanganyar Supramnaryo berharap akan meningkatkan pembinaan ke petani ubi jalar untuk memperluas areal saat ini 1.000 hektar sekaligus meningkatkan produktivitasnya. Saat ini produktivitas sekitar 40 sampai 45 ton dan umur panen 6 bulan.

"Harga ubi di petani Rp 3.000 sampai 3.500 perkilogram dan bila diolah menjadi kripik Rp 18.500 perkilogram dengan perbandingan 3 kilogram ubi menjadi 1 kg kripik," jelasnya. (Lin)

(wd)