Pend & Budaya

Siswa Ikut Demo, Mendikbud Sarankan Sekolah Beri Sanksi Mendidik, Jangan DO

Pend & Budaya

5 Oktober 2019 21:26 WIB

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Republik Indonesia, Muhadjir Effendy saat peresmian SMA Muhammadiyah PK Kottabarat, Sumber, Banjarsari, Solo, Jumat (4/10/2019).

SOLO, solotrust.com - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Republik Indonesia, Muhadjir Effendy tegas menyatakan agar pihak sekolah tidak mendrop-out siswa yang melakukan aksi demo di berbagai daerah belakangan ini.

Bukan dengan maksud mengamini aksi yang dilakukan para siswa tersebut, akan tetapi lebih menekankan pada aspek pendidikan. Sanksi boleh diberikan pihak sekolah dengan catatan menggunakan cara yang mendidik.



Hal itu disampaikan Mendikbud usai peresmian gedung Sekolah Menengah Atas Muhammadiyah Program Khusus (PK) Kottabarat, Sumber, Banjarsari, Solo, Jumat (4/10/2019).

“Yang kita maksud adalah boleh ada sanksi tapi diberikan secara mendidik dan tidak boleh mengeluarkan anak itu dari sekolah. Anak yang tidak sekolah diminta untuk sekolah, masa yang sudah sekolah mau dikeluarkan,” tegas Muhadjir.

Pihaknya kini tengah menelusur sekolah yang siswanya terlibat dalam aksi demo dan dicek apakah sekolah di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota paham terkait aturan pemberian sanksi sesuai instruksi Mendikbud tersebut.

“Yang harus dilakukan adalah menyadarkan siswa tersebut bahwa apa yang dilakukan adalah hal yang sangat membahayakan bagi dirinya sendiri maupun orang lain, kita lakukan pendekatan,” bebernya.

Dalam Surat Edaran Nomor 9 Tahun 2019 tentang Pencegahan Anak Sekolah Mengikuti Kegiatan Yang Membahayakan. Mendikbud kembali mengingatkan bahwa kegiatan unjuk rasa termuat dalam aturan itu karena yang menjadi acuan di sini adalah bukan menyoal hak asasi manusia (HAM) melainkan Undang-Undang (UU) Perlindungan Anak.

“Perlu kita sampaikan, titik tolaknya bukan HAM, HAM menjurusnya kepada kebebasan berkespresi, nah di sinilah yang harus dipahami bahwa kebebasan berekspresi ada batas dan tempatnya, tidak bisa sesukanya sendiri tanpa berpedoman pada aturan-aturan dan meresahkan masyarakat. Kalau menunjukkan ekspresinya bisa mengancam keamanan, keselamatan, dan jiwa. Ya jelas tidak boleh,” tandasnya.

Sebab, anak-anak generasi penerus bangsa ini haruslah dilindungi oleh negara, jadi masyarakat harus paham bila pelarangan ini bukan persoalan HAM. Dan apabila ada yang sampai mengancam keselamatan anak-anak tersebut, negaralah yang bertanggung jawab termasuk orang tua dan pihak sekolah.

“Di dalam kaidah fiqih ada ajaran bahwa mencegah sesuatu yang akan menimbulkan kerusakan harus didahulukan daripada manfaat yang belum tentu ada. Lantas apa kita yakin kalau anak-anak unjuk rasa itu ada manfaatnya ? yang ada menimbulkan kerusakan dan keresahan. Buktinya ada yang patah tangan, gagar otak, itu kan lebih mudhorot daripada manfaat dia ikut unjuk rasa. Kita tekankan, kalau mau berekspresi silakan boleh saja, tapi tidak dengan menghujat orang, merusak fasilitas, itu yang tidak boleh,” tandasnya.

Pada kesempatan peresmian gedung baru ini, Mendikbud turut berpesan kepada seluruh siswa dan guru yang mengajar di sekolah ini agar memegang teguh dan mengimplementasikan prinsip 4C dalam kegiatan belajar mengajar.

 “Yakni critical thinking, communication skill, collaboration, creativity, dan confindence,” pungkas Muhadjir Effendy. (adr)

(wd)