Pend & Budaya

Membelah Tempat Bersejarah di Tengah Kota Solo Dengan Kereta Jaladara

Pend & Budaya

1 Oktober 2019 08:59 WIB

Bowni (kanan) penggerak dan nara sumber soerakarta walking tour.

Solotrust.com- Siang yang panas mulai beranjak sore ketika peluit kereta uap Jaladara mulai memasuki jalur satu Stasiun Purwosari, seakan mencari penumpang yang telah menantinya. Satu demi satu rombongan Soerakarta Walking Tour mulai bergegas menaiki rangkaian gerbong kereta Jaladara yang telah tersedia.

Sabtu itu tanggal (28/9/2019) komunitas pecinta sejarah Soerakarta Walking Tour yang merupakan komunitas turunan dari komunitas Laku Lampah bekerja sama dengan cutover mengadakan kegiatan  dengan tajuk ‘bercerita di dalam kereta’. Komunitas Soerakarta Walking Tour kali ini diajak kerjasama oleh cutover yang kebetulan tengah mengerjakan sebuah film documenter tentang sejarah rel yang melintasi Kota Bengawan.



“Soerakarta walking toer merupakan komunitas turunan dari laku lampah jadi kebetulan bekerja sama dengan komunitas cut over yang tengah ada project film tentang sejarah rel yang melintas di tengah kota dengan nanti judul film Melintasi Jaman di Kota Bengawan.” Ujar Bagus Sasono produser dari film Melintasi Jaman di Kota Bengawan.

Bagus kemudian melanjutkan ceritanya, “kebetulan kita ada jadwal syuting Jaladara makanya kita open public bekerja sama dengan Soeracarta Walking Tour untuk mengisi kegiatan yang di dalamnya berupa tempat – tempat bersejarah tempat-tempat bersejarah yang dilintasi oleh jalur rel tengah kota.“ Urainya menerangkan kegiatan yang dilakukan pada hari itu.

Kereta mulai berjalan perlahan melaju membelah keramaian kota Surakarta. Sementara para kameraman dari cutover yang berada di dalam kereta sudah mulai sibuk mencuri – curi gambar,mana yang kiranya bisa diambil untuk kebutuhan konten dalam film.

Pemberhentian pertama ialah Rumah Dinas Loji Gandrung. “Loji itu rumah besar dan Gandrung itu senang.” Ujar Bowni Prabowo salah satu penggerak dari Soerakarta Walking Tour menerangkan tentang asal muasal rumah Dinas Walikota.

Bowni melanjutkan dulunya Loji Gandrung ialah tempat yang sering digunakan pesta oleh pemiliknya yang seorang Belanda, bernama Johannes Augustinus Dezentje. Loji Gandrung sendiri dibangun tahun 1830.

Selepas dari Loji Gandrung, para peserta Soerakarta Walking Tour melanjutkan perjalanannya menuju ke Museum Radya Pustaka. Museum ini didirikan oleh Kanjeng Adipati Sosrodiningrat IV pada 18 Oktober 1890. Museum ini awal mula adalah rumah dari seorang Belanda bernama Johannes Busselaar.

Usai dari Museum Radya Pustaka rombongan kembali menaiki kereta berlanjut menyisiri jantung kota Surakarta. Rem kereta pun berdecit menandakan kereta hendak berhenti. Kali ini kereta berhenti di Gedung Djoeang 45 di timur Gladak tepatnya tempat gedung tersebut.

“Di sini merupakan daerah penting bagi bangsa kolonial karena adanya kerajaan di kota Surakarta. Dulunya kawasan ini dihuni oleh para kulit putih.” Terang Reza salah satu nara sumber pada sore itu.

Reza menambahkan bahwa gedung ini pada zaman Belanda digunakan sebagai asrama. Asrama yang menampung para remaja. Setelah itu menjadi markas tentara lalu kemudian menjadi kantor veteran para pejuang 45.

Kereta kemudian kembali menderu melaju ke tujuan akhir yakni stasiun Sangkrah. Stasiun Sangkrah atau stasiun Kota ini dulunya sebagai stasiun untuk transit bongkar muat barang – barang. Maka tidak mengherankan apabila terdapat banyak gudang di sekitar stasiun, guna menyimpan barang – barang logistik. Selain itu di daerah dekat stasiun ini, dulunya juga terkenal adanya gudang limun atau minuman segar pada waktu masa pemerintahan Hindia Belanda.

Senja pun telah menjemput, akhirnya rombongan pun kembali bergegas menaiki rangkaian gerbong kereta Jaladara dan kemudian kembali ke titik awal kumpul yakni Stasiun Purwosari bersama deru Jaladara. (dd)

(wd)