Hard News

Pierre Tendean Ternyata Gugur di Hari Peringatan Kelahiran Ibundanya

Sosial dan Politik

30 September 2019 22:28 WIB

Pierre Tendean ajudan Jendral A.H. Nasution

Solotrust.com- Sosoknya yang tegak dan wajahnya yang rupawan campuran antara Indonesia - Prancis membuatnya mudah dikenali teman seangkatannya mau pun para jenderal atasannya. Dia juga cukup popular di kalangan para wanita. Banyak gadis yang naksir kepada dirinya karena wajahnya yang ganteng. Namun sayang peristiwa mengerikan di malam 30 September 1965 telah merenggut nyawanya. Dialah Kapten Czi (anumerta) Pierre Andries Tendean.

Pierre Tendean lahir 21 Februari 1939 di Batavia (Jakarta) dari pasangan Dr. A.L Tendean yang berasal dari Minahasa dan ibunya Cornet ME wanita Indo berdarah Prancis. Pirre merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Dia mempunyai kakak bernama Mitze Farre dan adik bernama Rooswidiati. Cita – citanya sedari kecil menjadi seorang tentara, namun sempat tidak disetujui orang tuanya yang lebih menginginkan Pierre kecil menjadi dokter, seperti ayahnya atau menjadi seorang insinyur.



Karier awal Pierre dimulai ketika dia masuk ke Akademi Tehnik Angkatan Darat (ATEKAD) Bandung pada tahun 1958. Selepas dari sana Pierre yang telah menyandang pangkat letnan dua menjadi Komandan Pleton Batalyon Zeni Tempur 2 Kodam II Bukit Barisan Medan. Lalu dia dikirim sekolah pendidikan intelejen di Bogor. Pierre juga pernah ditugaskan menjadi mata – mata ketika adanya konfrontasi antara Indonesia dengan Malaysia. Semasa bertugas menjadi agen intelejen terdepan, Pierre sempat hampir tertangkap oleh tentara Inggris ketika di tengah lautan sedang menaiki speedboardnya. Terjadilah kejar-kejaran antara Pierre dengan tentara Inggris. Namun berkat kecerdikannya Pierre akhirnya bisa lolos dengan menceburkan diri ke air, lalu berlindung di belakang perahu nelayan dengan tubuh ditenggelamkan ke laut sambil memegang perahu nelayan itu.

Sepulang dari Malaysia Pierre menjadi rebutan para Jenderal yang ingin menjadikannya ajudan. Tercatat ada tiga Jendral yang saat itu memperebutkannya, yakni Jenderal Hartawan, Jenderal Abdul Haris Nasution dan Jenderal Dandi Kardasan. Di antara ketiga Jenderal tersebut, dia akhirnya lebih memilih menjadi ajudan Jendral A.H. Nasution.

Kepopulerannya di mata para gadis tak serta merta membuat dirinya ingin mengencaninya. Pierre cukup selektif untuk soal urusan yang satu ini. Hingga pada suatu ketika Pierre bertemu dengan sosok wanita bernama Rukmini, gadis Medan keturunan Jawa. Pierre bertemu Rukmini ketika Pierre bertugas di Medan akhirnya mereka berdua menjalin hubungan serius. Pierre kesengsem dengan Rukmini karena kelembutan yang ditawarkan oleh wanita muda itu. Pierre pun pernah suatu ketika mengirimkan surat kepada kakaknya Mitz Farre.

Mitz, aku wis ketemu jodoku. Wis yo Mitz, dongake wae mugo-mugo kelakon. (Mitz, aku sudah bertemu jodohku. Sudah ya Mitz, doakan saja semoga terlaksana).” tulisnya dalam surat itu. Pierre dan Rukmini berencana akan menikah pada bulan November 1965.

Pada hari itu tanggal 30 September 1965, biasanya Pierre selalu pulang ke rumahnya di Semarang. Di sana ibundanya tinggal dan pada tanggal itu ialah hari dimana ibundanya tengah berulang tahun. Dari tahun ke tahun, Pierre selalu berusaha untuk selalu ada di samping ibundanya merayakan ulang tahunnya. Namun saat itu Pierre tidak bisa pulang ke rumah, karena harus mengawal Jenderal Nasution pada siang harinya. Dia sempat berujar kepada keluarganya akan pulang pada tanggal 1 Oktober 1965 atau keesokan harinya bersama dengan suami adiknya bernama Jusuf Rajak.

Untung tak dapat diraih malang tak dapat dihindari. Malam di tanggal 30 September 1965 itu terjadilah gerakan yang dilakukan oleh Gerakan Tiga pulu September (G30S). Beberapa Jenderal menjadi target sasaran penculikan. Termasuk Jendral A.H Nasution. Malam itu Pierre merasa terganggu dengan suara – suara di luar rumah Nasution. Dia kemudian keluar kamar. Tepat ketika keluar kamar, Pierre ditodong senjata dan ditanya apakah dirinya Jenderal Nasution oleh para pasukan penyusup. Dengan meyakinkan saat itu juga Pierre menjawab bahwa dialah Nasution. Para tentara penyusup itu pun akhirnya menangkap dan membawa Pierre yang dikira Nasution pergi.

“Waktu taruna kita diajar untuk loyal, untuk setia. Kalo dia bilang, dia bukan Nasution pasti dilepas. Pierre memiliki kesetiaan yang luar biasa.“ ujar Try Sutrisno mantan wakil Presiden dan juga mantan kakak tingkat Pierre Tendean beberapa waktu silam saat peluncuran buku biografi Resmi Pierre Tendean.

Setelah dari rumah Nasution, akhirnya Pierre dibawa ke kawasan Halim Perdana Kusuma. Di sana Pierre dikumpulkan bersama dengan para jenderal lainnya kemudian disiksa lantas dibunuh. Mayatnya kemudian dimasukkan ke dalam lubang buaya.

Keluarga baru tahu jika Pierre menjadi korban penculikan setelah dihubungi langsung oleh Jenderal Suryo Sumpeno. Waktu itu usia Pierre masih cukup muda, yakni 26 tahun. Duka menyelimuti orang – orang yang dicintainya. Rukmini, gadis yang dicintai Pierre dikabarkan tidak bisa melupakan kekasihnya tersebut hingga lima tahun.

Sementara ibunda Pierre terus menerus meratapi kepergian anaknya di saat peringatan hari ulang tahunnya. Hingga kesehatannya terus menerus merosot.

Sebelum meninggal, Ibunda Pierre pernah menginggau “Pierre..Pierre…aku sudah tidak tahan“ dan sesaat setelah berkata demikian akhirnya ibunda Pierre Tendean menghembuskan nafas terakhirnya.

Sesuai dengan amanahnya, apabila nanti meninggal, ibunda Pierre Tendean ingin diselimuti dengan selimut yang pernah dipakai oleh Pierre Tendean. (dd/dari berbagai sumber)

(wd)