Pend & Budaya

Ketoprak Sejarah dan Perkembangannya

Pend & Budaya

28 September 2019 05:02 WIB

Bondan Nusantara (tengah rambut putih ) di antara para prodi teater ISI Surakarta.

Solotrust.com- Indonesia sangatlah kaya akan seni dan budaya. Di berbagai daerah tumbuh dan berkembang kebudayaan – kebudayaan semenjak zaman para leluhur mendiami negeri yang dahulu bernama Nusantara ini. Pun demikian halnya dengan kebudayaan yang ada di tanah Jawa ini. Jawa sendiri memiliki kekayaan seni budaya yang banyak ragamnya. Salah satu kesenian tradisi yang masih ada hingga sekarang adalah ketoprak.

“Ketoprak lahir dan muncul pertama kali di Wedi Klataen tahun 1926 kemudian beralih ke Surakarta.“ ucap Bondan Nusantara mengawali kuliah umumnya yang bertemakan mentradisikan tradisi khususnya kesenian ketoprak di Gedung Black Box Prodi Teater ISI Surakarta.  



Bondan Nusantara merupakan seorang seniman ketoprak dari Yogyakarta. Siang itu, dia menceritakan sejarah awal mula ketoprak serta perkembangan kesenian ketoprak sampai sekarang ini.

“Ketoprak itu ada tiga jenis gaya atau bentuk yakni ketoprak gaya Jogjakarta, gaya pesisiran dan gaya Banyumasan “ ucap Bondan menerangkan tiga bentuk atau gaya yang berbeda dalam ketoprak.

Bondan kemudian melanjutkan, ketoprak gaya Yogyakarta atau mataraman lebih berpedoman dengan perjanjian kebudayaan pada jaman era Hamengkubuwono II yang mengatakan bahwa segala bentuk kebudayaan era sebelum HB II hingga Panembahan Senopati yang boleh menggunakan hanya Yogyakarta, sementara Surakarta harus membuat yang baru. Termasuk busana pakaiannya dalam ketoprak. Lalu seperti halnya blangkon di Yogyakarta yang ada mondolnya di belakang. Dahulu kala mondol itu adalah rambut panjang yang digelung. Namun setelah era Hamengkubuwono VIII berkuasa, era rambut gondrong sudah tidak menjadi trend akhirnya diganti dengan mondolan.

Lalu ada ketoprak Pesisiran. Ketoprak ini ada dan berkembang dari wilayah pesisir utara Pulau Jawa yang kemudian masuk ke Surakarta. Kemudian ada Ketoprak Banyumasan yang bahasanya lebih menggunakan Bahasa Banyumasan.

Ketoprak di Kota Solo kala itu berkembang pesat karena sering dimainkan di halaman alun – alun Mangkunegaran. Namun karena semakin lama semakin ada penyusupan pesan – pesan nasionalis akhirnya Belanda menghentikan pergelaran rutin ketoprak yang diadakan di Pura Mangkunegaran.

“Kesenian Ketoprak itu sifatnya lentur dan harus mengikuti perkembangan jaman.“ kata Bondan yang tidak setuju apabila ketoprak terus stagnan dan tidak mengalami perkembangan sesuai dengan jaman.

Bondan sendiri dalam menggarap ketoprak pada saat ini sudah mencampurkan dengan bentuk kesenian baru lainnya bahkan dengan tehnologi yang semakin berkembang saat ini.

Dari kecil Bondan Nusantara terlibat di dunia ketoprak mulai dari menjadi peran sebagai prajurit hingga akhirnya bisa menjadi sutradara. Selain aktif di kesenian ketoprak, dulu Bondan Nusantara juga pernah menjadi wartawan di beberapa media cetak. Dari menjadi wartawan itulah dia seringkali bertemu dan mewawancarai tokoh – tokoh budayawan yang sangat disegani saat itu seperti YB Mangunwijaya, Bakdi Sumanto, Umar Khayam dan juga TB Simatupang.

Dari pertemuan itu banyak hal yang didapat oleh Bondan Nusantara salah satunya dirinya kemudian mulai berani beralih dari sekeedar player hingga menjadi konseptor. Dari menjadi konseptor itulah Bondan saat ini menyemai bibit-bibit muda untuk menjadi seorang sutradara atau menafsir ulang serta menulis cerita – cerita ketoprak. (dd)

(wd)