Pend & Budaya

Keraton Surakarta Gelar Tahlil Wafatnya Sultan Agung Prabu Hanyokrokusumo

Pend & Budaya

10 Agustus 2019 23:30 WIB

Tahlil dan Doa Bersama bertajuk "Paugeran Nagari Ing Mataram" dalam rangka memperingati wafatnya Sultan Agung Prabu Hanyokrokusumo, di Masjid Agung Keraton Kasunanan Surakarta, Kamis (8/8/2019) malam.

SOLO, solotrust.com - Untuk kali pertama, Keraton Kasunanan Surakarta menyelenggarakan acara Tahlil dan Doa Bersama bertajuk "Paugeran Nagari Ing Mataram" dalam rangka memperingati wafatnya Sultan Agung Hanyokrokusumo, yang digelar di Masjid Agung Keraton Kasunanan Surakarta, Kamis (8/8/2019) malam.

"Acara malam ini merupakan rangkaian persiapan untuk memperingati haul atas wafatnya Sultan Agung Hanyokrokusuma. Dimana acara ini adalah kali pertama kita selenggarakan, khusus untuk memperingati surud dalem atau wafatnya Eyang Sultan Agung Hanyokrokusumo. Kebetulan juga beliau lahir pada malam Jumat Legi," tutur G.K.R. Wandansari Koes Moertiyah selaku Ketua Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Kasunanan Surakarta sekaligus narasumber pada acara itu kepada wartawan di sela kegiatan.



Menyinggung waktu pelaksanaan haul nantinya, Putri Pakoe Buwono XII yang juga akrab disapa Gusti Moeng itu mengatakan, ia tengah mempersiapkan waktu yang tepat terkait dengan penanggalan tahun Masehi.

"Yang saya tahu menurut penanggalan Jawa, surudnya (wafat)  itu pada malam tanggal 2 Sapar. Jadi untuk pelaksanaan haul lebih tepatnya nanti kita cari terlebih dahulu penanggalan tahun Masehinya. Kita harapkan akan lebih banyak yang datang, baik sentana dalem juga masyarakat Kota Solo dan sekitarnya. Khususnya bagi abdi dalem pokoso dari penjuru dunia mana pun kami harap untuk datang. Jika tidak bisa datang secara keseluruhan, harapannya tetap ada perwakilan," ujarnya.

Adapun di antara sentana dalem dan abdi dalem yang hadir dalam acara malam itu, yakni K.P.H Eddy Wirabhumi, GPH Nur Cahyaningrat selaku Pengageng Yogiswara, GKR Retno Dhumilah selaku Pengageng Pasiten, GKR Timur selaku Wakil Pengageng Keputren, GKR Galuh Kencana selaku Pengageng Keputren dan KGPH Mangkubumi selaku Pengageng Kartipura sekaligus Calon Putra Mahkota Keraton Kasunanan Surakarta.

"Istilahnya kita ini akan nglumpukne balung pisah, dimana kita akan menunjukkan kepada dunia  bahwa masyarakat adat Jawa itu masih ada, inilah yang paling utama. Insya Allah haul ini kedepannya akan kita rencanakan menjadi agenda rutin tahunan. Jadi jangan sampai kita tidak pernah mengadakan haul untuk leluhur kita sendiri," imbuh Gusti Moeng.

Lebih lanjut, istri K.P.H Eddy Wirabhumi itu mengatakan, dengan haul Sultan Agung Hanyokrokusumo agar generasi nantinya tidak lupa. "Jangan sampai kita lupa bahwa kita ini adalah pemilik atau bagian dari Dinasti Mataram itu sendiri. Dari sinilah kita akan memulai untuk menyampaikan, karena sepertinya masyarakat sekarang telah lupa akan asal usul berdirinya negara ini, bahkan lupa dengan jati dirinya, inilah yang memprihatinkan. Disinilah tugas kita," tandasnya.

Sementara itu, pengasuh Pesantren Madinah Al Munawaroh dari Semarang, Ustadz Yahya Al Mutawakin pun memberi apresiasi terkait rencana peringatan Haul Sultan Agung Hanyokrokusumo. Peringatan haul tersebut, menurut Ustadz Yahya, dinilainya akan berdampak positif bagi NKRI.

"Memperingati hari wafat Beliau, negara ini mendapat inspirasi yang posistif dari mulai kepribadian yang mulai, akhlak yang baik, dan memiliki sebuah semangat yang bermanfaat untuk negara ini, mudah-mudahan Bangsa kita selalu diridhoi oleh Allah," ungkapnya.

Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrakusuma adalah Sultan ketiga Kesultanan Mataram yang memerintah pada periode tahun 1613-1645. Di bawah kepemimpinannya, Mataram berkembang menjadi kerajaan terbesar di Jawa dan Nusantara pada zamannya. Ia merupakan putra dari raja kedua Mataram yakni Panembahan Hanyakrawati  dan Ratu Mas Adi Dyah Banawati. Ayahnya adalah raja kedua Mataram, sedangkan ibunya adalah putri Pangeran Benawa raja Pajang. Ia Lahir di Kotagede, Kasultanan Mataram pada tahun 1593 dan wafat di Karta (Pleret, Bantul) Kesultanan Mataram pada 1645.

Atas jasa-jasanya sebagai pejuang dan budayawan, Sultan Agung telah ditetapkan menjadi pahlawan nasional Indonesia berdasarkan S.K. Presiden No. 106/TK/1975 tanggal 3 November 1975. (Kc)

(wd)