Hard News

Prevalensi Perokok Anak Terus Meningkat, Lentera Anak Dorong Perda KTR

Sosial dan Politik

31 Juli 2019 09:37 WIB

Ketua Yayasan Lentera Anak, Lisda Sundari (kiri) dan Direktur Eksekutif Yayasan Kakak, Shoim Sahriyati (kanan).

SOLO, solotrust.com – Prihatin dengan industri rokok yang mengeksploitasi tubuh anak-anak menjadi sasaran iklan berjalan dan prevalensi perokok anak terus meningkat, Lentera Anak bersama Yayasan Kakak terus mendorong Pemkot dan Pansus DPRD Kota Surakarta untuk segera menerapkan Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) tentang Iklan, Promosi dan Sponsor (IPS) Rokok.

Selain itu, persoalan rokok kini menjadi sandungan Pemkot Surakarta meraih predikan Kota Layak Anak Paripurna, tahun ini Kota Solo kembali mendapatkan predikat utama KLA bersama Kota Surabaya dan Denpasar. Salah satu indikator KLA nomor 17 Klaster III adalah implementasi KTR dan tidak ada IPS rokok. Diharapkan Kota Solo menjadi pionir Kota Layak Anak Paripurna dengan diterbitkannya Perda KTR.



Baca: Yayasan Kakak Dorong Kawasan Tanpa Rokok, Lindungi Anak Dari Target Industri Rokok

“KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) bersama Lentera Anak dan 9 organisasi meminta industri rokok untuk menghentikan praktik eksploitasi, dengan tidak memanfaatkan tubuh anak sebagai media promosi dan membersihkan seluruh tempat dari berbagai brand image rokok, agar anak-anak tidak terpapar iklan, promosi dan sponsor rokok,” ujar Ketua Yayasan Lentera Anak, Lisda Sundari dalam acara diskusi dengan tema Urgensi Lindungi Anak Surakarta Dari Target Industri Rokok : Cegah Praktik Eksploitasi Anak Melalui Kegiatan Olah Raga di Rumah Makan Goela Klapa, Manahan, Banjarsari, Solo, Selasa (30/7/2019)

Lentera menilai peraturan yang melindungi anak-anak dari target industri rokok masih sangat lemah. Katanya, Indonesia satu-satunya negara di Asean yang masih memperbolehkan IPS rokok. Berdasarkan data Prevalensi merokok pada penduduk umur di bawah 18 tahun dari tahun 2013 – 2018 terus meningkat, dari angka 7,2 persen (Riskesdas 2013) ke angka 8,8 persen (Sirkesnas 2016) dan menjadi 9,1 persen (Riskesdas 2018) atau setara dengan 7,8 juta anak.

“Padahal target Rencana Jangka Panjang 2019 turun di angka 5,4 persen. Anak-anak bebas mengakses rokok, harganya murah dan dapat dibeli di mana saja tanpa penolakan, artinya jika tidak tercapai, negara gagal dalam perlindungan hak kesehatan anak dari bahaya rokok. Anak-anak itu peniru ulung, ada yang leluasa menargetkan anak-anak di bawah 18 tahun,” tukasnya.

Sejauh ini baru ada lima wilayah di Indonesia yang telah menerapkan Perda KTR, meliputi Padang Panjang menerapkan Perda KTR 04/ 2014 Pasal 13 ayat (3), Payakumbuh Perda KTR 15/2011 Pasal 3 ayat (4), Kota Bukittinggi Perda11/2014 pasal 6A ayat (1), dan Kabupaten Bekasi Perda KTR 1/2018 Pasal 17 dan 16 ayat (1 dan 2). Strategi industri rokok adalah subliminal advertising di mana, target tidak menyadari terekspos dan terangsang pada suatu produk dagang.

 “Strategi iklan rokok beragam, dan ditampilkan dengan colorfull branding, didisplay didekat jajanan anak-anak, dan warung juga menerima imbalan Rp 300 ribu hingga Rp 1 juta. Lokasi yang paling banyak IPS menyasar di Jalan Raya dan Warung,” bebernya

Berdasarkan hasil survey di 5 kota, Lentera menyebutkan 85 persen sekolah dikelilingi iklan rokok. Bahwa iklan rokok sekalu ditempatkan di tempat di mana aksesnya mudah dijangkau anak-anak, seperti sekitar sekolah, kampus, kafe, taman kota, tempat olahraga, tempat wisata hingga jalan-jalan utama pusat kota.

“Berbagai studi membuktikan bahwa iklan rokok mampu menciptakan kesan bahwa merokok adalah baik dan tidak berbahaya, sehingga hal itu mendorong anak untuk mencoba rokok,” jelasnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Yayasan Kakak, Shoim Sahriyati mengatakan, tahun ini diselenggarakan audisi beasiswa Djarum Bulutangkis di 5 kota, salah satunya adalah kota Surakarta pada tanggal 27-29 Oktober 2019 dengan peserta usia 6 hingga 15 tahun. Pelaksanaan itu dinilai dapat mencederai predikat utama KLA yang disandang Kota Solo.

Kata Shoim menjelaskan temuan di lapangan menunjukkan bahwa selama kegiatan berlangsung, anak-anak terpapar brand image produk rokok dan harus mengenakan kaos dengan tulisan salah satu brand rokok, sehingga anak-anak terlihat seperti iklan rokok berjalan.

Baca: Gudang Kayu di Banyuagung Ludes Dilalap Si Jago Merah

“Dalam hasil konsultasi anak yang dilakukan Kakak, anak mulai mengenal rokok sejak usia 5 tahun dan kecanduan di usia 11 tahun. Kami mendesak dan menuntut penyelenggara Audisi Beasiswa Djarum Bulutangkis, yaitu Djarum Foundation untuk tidak melibatkan anak dalam seluruh kegiatannya,” jelas Shoim. (adr)

(wd)