Hard News

DKK Surakarta Pastikan Tidak Ada Wabah Virus Cacar Monyet di Solo

Jateng & DIY

17 Mei 2019 15:57 WIB

Cacar monyet atau monkeypox.

SOLO, solotrust.com – Dinas Kesehatan Kota (DKK) Surakarta menyatakan wilayahnya masih bebas dari sebaran wabah cacar monyet atau monkeypox yang baru-baru ini menjadi perhatian khusus pemerintah Indonesia. Pasalnya, wabah yang berkembang di benua Afrika itu terdeteksi di wilayah Singapura yang notabene negara tetangga Indonesia.

Kementerian Kesehatan (MOH) Singapura dalam siaran pers 9 Mei 2019 menyampaikan, telah terjadi satu kasus konfirmasi monkeypox (MPX) pertama di Singapura. Kasus itu menimpa seorang berkewarganegaraan Nigeria yang berkunjung ke Singapura pada 28 April 2019, Ia mengalami gejala demam, nyeri otot, ruam kulit, dan menggigil pada 30 April dan dinyatakan positif terinfeksi virus monkeypox pada 8 Mei 2019. Saat ini pria tersebut dalam kondisi stabil di bangsal isolasi National Centre for Infectious Diseases (NCID).



Diketahui sebelum menginjakkan kaki di Singapura, ia menghadiri sebuah pesta pernikahan di negaranya, dan diduga mengkonsumsi daging hewan liar yang menjadi salah satu sumber virus cacar monyet. Nigeria menjadi salah satu negara endemis monkeypox, berdasarkan data yang dirilis World Health Organization (WHO), pada medio 2010 – 2018 tercatat adanya cacar monyet yang cukup besar mencapai 288 kasus.

”Wabah cacar monyet selama ini tidak ada di Indonesia, baru-baru ini muncul di Singapura. Kita pastikan di Indonesia tidak ada, di tingkat provinsi dan kota juga tidak ada, kami sudah berkoordinasi. Kemarin kan di pemberitaan sempat ramai, tapi hikmahnya kita bisa mengantisipasi lebih dini untuk mencegah penyakit itu berkembang di Indonesia” kata Kepala Seksi Pecegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular DKK Surakarta, Agus Hufron saat ditemui solotrust.com di ruang kerjanya, Jumat (17/5/2019) siang.

Dalam beberapa kasus, wabah virus yang ditularkan oleh hewan ke manusia tersebut tergolong langka dan dapat menyebabkan infeksi paru, radang otak, hingga infeksi mata yang bisa menghilangkan pengelihatan. Dengan gejala seperti demam, sakit kepala, ruam pada kulit, sakit punggung hingga pembengkakan kelenjar getah bening yang muncul setelah masa inkubasi virus selama 5 hingga 7 hari. Sedangkan untuk masa penyembuhan bisa mencapai 2 hingga 3 pekan.

Pemerintah Indonesia pun telah melakukan upaya preventif agar wabah itu tidak masuk ke Indonesia. Dikatakan Agus, bila Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI sudah menginstruksikan kepada semua Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) untuk melakukan pemindaian suhu tubuh penumpang menggunakan thermal scan di setiap pintu masuk negara, seperti pelabuhan, bandara, khususnya yang bersinggungan langsung dengan Singapura dan Afrika, seperti Pelabuhan Ferry Internasional Batam Centre dan Bandara Internasional Hang Nadim, Batam, Kepulauan Riau.

"Jangan sampai menjadi wabah di Indonesia. Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) sudah ditugaskan untuk mendeteksi suhu tubuh kepada penumpang yang tiba di Bandara, Pelabuhan. Jika ditemukan suhu tubuh tinggi di atas 38 derajat celcius, dilakukan skrining dan observasi di ruang khusus,” ujar Agus.

Sementara itu, bagi masyarakat diimbau untuk selalu menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat, kemudian menghindari kontak langsung dengan hewan liar seperti tikus atau primata dan membatasi makanan berbahan darah atau daging yang tidak dimasak dengan matang termasuk daging hewan liar hasil buruan. Selain itu, jika merasakan gejala seperti demam agar segera diperiksakan ke dokter.

”Gejala yang dirasakan seperti panas demam, jadi kalau ada gejala agar bisa segera diperiksakan. Kalau namanya virus hampir sama, penularannya melalui kontak langsung dengan penderita, sebenarnya virus itu mudah ditangani yang penting tidak ada komplikasi dengan penyakit yang lain. Penanganan juga jangan terlambat maksimal 2 minggu, tidak perlu khawatir intinya tetap waspada saja,” sebutnya.

WHO menyebutkan penyakit ini pertama kali teridentifikasi pada tahun 1970 di Republik Demokratik Kongo. Dalam perkembangannya hingga tahun 2018, penyakit itu menyebar di beberapa negara Afrika, diantaranya Kamerun, Afrika Tengah, Nigeria, Pantai Gading, Liberia, Sierra Leon, Gabon, Sudan, bahkan juga pernah menyebar di Amerika serikat hingga penyebaran virus ini dimasukkan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). (adr)

()