Hard News

Banyak Petugas Meninggal, Ganjar Minta Pemilu Tidak Digelar Serentak

Hard News

27 April 2019 08:03 WIB

Gubernur Jateng Ganjar Pranowo. (Dok solotrust.com)

SEMARANG, solotrust.com – Gelaran Pemilu Serentak 2019 nyatanya memakan banyak korban jiwa. Sejumlah petugas Pemilu ada yang sakit bahkan meninggal karena diduga kelelahan usai menjalankan tugasnya.

Melihat kejadian ini, Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ganjar Pranowo meminta agar gelaran pemilu serentak dievaluasi. Ia pun tak menyangkal bahwa pemilu tahun ini cukup menjadi perhatian. Ada sejumlah catatan-catatan, baik tentang kesehatan maupun tekanan bekerja.



“Sehingga kayaknya kita mesti me-review ulang agar ke depan jauh lebih baik. Apa yang terjadi ini harus dievaluasi total,” tukasnya, belum lama ini.

Pelaksanaan pemilu serentak, lanjut dia, yakni mulai dari pemilihan calon presiden dan wakil presiden, DPD, DPR RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, mesti dievaluasi ulang. Sebab, dengan pelaksanaan serentak itu, maka pelaksanannya membutuhkan waktu dan tenaga yang cukup besar.

“Ya, rasanya mungkin pelaksanaannya tidak serentak kali ya, atau penyerentakannya bisa ditata ulang. Mungkin serentak secara nasional saja, Provinsi saja dan kabupaten/kota saja. Sehingga tidak membutuhkan tenaga, pikiran bahkan jiwa seperti ini,” ungkapnya.

Data dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) hingga 25 April 2019 mencatat ada total 225 petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal dunia sementara sakit 1.470 lainnya sakit.

Mereka meninggal karena diduga kelelahan usai menjalankan tugas. Beberapa pihak kerabat pun menuturkan bahwa tugas anggota KPPS dalam pemilu tahun ini cukup berat.

Salah satunya Sih Sugiarti. Suaminya Lilik Suswanto (59) meninggal setelah dirawat di rumah sakit, tak lama usai menjalankan tugas sebagai anggota KPPS di Kabupaten Sleman. Menurutnya, meski sang suami memiliki riwayat darah tinggi, namun sebelumnya tidak pernah mengeluh sakit.

“Bapak kan kadang gak menyadari kalau capek, tiba-tiba terserang pusing ternyata vertigo,” tutur Sugiarti saat ditemui di rumah duka, Selasa (23/4/2019).

Namun semenjak menjabat sebagai Ketua KPPS di TPS 25 di Dusun Sagan Caturtunggal, almarhum selalu pulang dini hari dan mengeluh kecepekan. “(Sebelumnya) belum pernah sakit, tiba-tiba saja ini (jatuh sakit),” katanya.

Sugiarti mengungkapkan, suaminya awalnya mengeluh sakit pada bagian kepala pada Minggu (21/4/2019). Keluarga pun melarikan Lilik ke rumah sakit. Meski sempat dirawat selama dua hari, almarhum tak dapat diselamatkan akibat penyumbatan di pembuluh otak.

Hal senada diutarakan Hartini, istri dari mendiang Pamuji Ruswandi. Pamuji meninggal beberapa hari usai bertugas sebagai anggota KPPS di Nusukan, Banjarsari, Solo. Meski dokter menyebut suaminya meninggal lantaran terserang penyakit jantung, namun Hartini mengaku Pamuji tak memiliki riwayat penyakit itu.

Diakui Hartini, suaminya sangat kurang tidur serta istirahat selama tiga hari setelah Pemilu 17 April, kemudian saat di acara syukuran di Balai Kampung setempat Sabtu (20/4/2019) malam, sempat memakan tengkleng sapi.

"Mungkin puncak rasa lelahnya suami saya terasa pada Sabtu (20/4/2019) itu setelah beberapa hari berjaga hampir 24 jam, tiap pulang paling cuma makan atau nengok anak. Suami saya juga mengeluh badannya terasa panas pada pukul 22.00, lalu di kamar mandi terjatuh mungkin kelelahan. Dan dinyatakan meninggal dunia pukul 23.30 setelah sempat dibawa ke Rumah sakit,” kata dia, Selasa (23/4/2019).

Untuk kasus di Jateng, Ganjar memastikan akan diberikan santunan kepada keluarga petugas pemilu yang meninggal dunia maupun dirawat di rumah sakit. “Tidak hanya yang meninggal saja, tapi yang sakit juga akan kami berikan,” katanya.

(way)