Hard News

Bawaslu Petakan 1.241 TPS di Solo Termasuk Rawan

Jateng & DIY

12 April 2019 14:20 WIB

Bawaslu Surakarta saat melakukan jumpa pers, Divisi Penindakan Pelanggaran Bawaslu Surakarta Poppy Kusuma (kiri), Ketua Bawaslu Surakarta Budi Wahyono (tengah), Divisi Hukum Data Informasi Bawaslu Surakarta Agus Sulistyo (kanan).

SOLO, solotrust.com - Sebanyak 71,50 persen atau sebanyak 1.241 dari total 1.734 Tempat Pemungutan Suara (TPS) di Kota Solo dinilai rawan dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2019. Hasil itu berdasarkan pemetaan dan kajian yang dilakukan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kota Surakarta sejak 25 Maret lalu.

"Variabel kerawanan kami berbeda dengan variabel keamanan dari kepolisian. Mayoritas kerawanan dari Bawaslu ada pada variabel penggunaan hak pilih atau hilangnya hak pilih, dari indikator TPS dekat lembaga pendidikan berjumlah 67 TPS kebanyakan di Serengan, di mana tanggal 18 April ada yang tidak libur, padahal pungut hitung diperkirakan sampai menjelang subuh, sehingga kemungkinan berbenturan. Selain itu, dari variabel pemungutan suara dengan indikator TPS yang berada di dekat posko atau rumah tim kampanye peserta Pemilu dari berjumlah 36 TPS," papar Divisi Hukum Data Informasi Bawaslu Surakarta Agus Sulistyo dalam jumpa pers di Kantor Bawaslu Surakarta, Penumping, Laweyan, Solo, Jumat (12/4/2019).



Agus menjelaskan, pihaknya membagi kerawanan dalam empat variabel utama meliputi, penggunaan hak pilih atau hilangnya hak pilih, kampanye, netralitas dan pemungutan suara termasuk 10 indikator di dalamnya, yang dipetakan di 5 Kecamatan di Kota Solo.

"Kecamatan dengan TPS paling rawan, pertama Banjarsari 376 TPS rawan dari 13 kelurahan, kedua kecamatan Jebres sebanyak 304 TPS rawan dari 11 kelurahan, ketiga Laweyan 236 TPS dari 11 kelurahan, keempat Pasar Kliwon ada 170 TPS rawan dari 9 kelurahan dan terakhir Serengan ada 155 TPS rawan yang tersebar di 7 kelurahan," bebernya.

Sedangkan, untuk tingkat kelurahan, paling rawan adalah Kadipiro ada 123 TPS rawan, Jebres 108 TPS, Mojosongo 86 TPS, Nusukan 66 TPS dan Semanggi 67 TPS rawan.

Agus menerangkan, bila tingkat kerawanan yang menjadi tolok ukur yang dikategorikan Bawaslu bukanlah TPS yang memiliki eskalasi konflik tinggi, melainkan potensi gangguan atau hambatan terhadap berlangsungnya proses Pemilu, mulai dari pemilih datang, pemungutan suara hingga penghitungan suara.

"Yang menjadi dasar variabel kerawanan kami adalah menghitung dampak, seperti Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) dengan ketersediaan surat suara di TPS, kemudian penghitungan 5 jenis surat suara dampaknya seperti apa, kemudian posisi TPS, basisnya adalah kompleksitas kerawanan dari internal ke impactnya," bebernya.

"Model penghitungan suara yang diawali dari Pilpres, DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota juga harus diantisipasi, ketelitian pada saat surat suara terakhir menjadi potensi rawan penghitungan. Lalu, saat Pilpres sudah dihitung seolah-olah pemilu sudah selesai, euforia tidak dihindarkan, konvoi dari TPS ke TPS, stamina dan profesionalitas KPU dan KPPS menjadi taruhannya," imbuh dia.

Sementara itu, Ketua Bawaslu Surakarta, Budi Wahyono menekankan integritas dan keseriusan KPPS dan PPS untuk mengawal proses pemungutan hingga penghitungan dengan merujuk pada ketentuan yang berlaku, karena dibutuhkan stamina dan tenaga yang luar biasa besar, pada posisi rawan terjadi kesalahan, baik pada waktu penghitungan suara, rekapitulasi penghitungan suara maupun penyalinan C1 plano.

"Putusan Mahkamah Konstitusi pemungutan dan penghitungan suara diperpanjang hingga 12 jam ke depan. Potensi yang dimungkinkan adalah adanya perbedaan tafsir surat suara sah atau tidak sah, jumlah surat suara pemilih yang datang. Kompleksitas akan lebih besar di TPS terkait proses pungut dan hitung, itu yang harus diperhatikan," terang Budi. (adr)

(wd)