SOLO, solotrust.com - Staf pengajar Seni Rupa FKIP Universitas Sebelas Maret (UNS), Prof. Dr. Slamet Subiyantoro menyatakan seni patung Loro Blonyo menggambarkan pandangan hidup orang Jawa  tentang keharmonisan.  Patung sepasang pengantin itu memiliki makna dua dunia yang berbeda yang kemudian dikawinkan untuk mencapai keselarasan sehingga  menciptakan kesuburan dan kemakmuran dalam arti yang luas.

Makna simbolik Loro Blonyo itu ternyata menjadi orientasi bangunan-bangunan Jawa, termasuk Tugu Monas.  “Loro Blonyo itu simbol dua dunia yang nantinya selaras menjadi satu yang merupakan titik sentral asal usul. (Seni patung Loro Blonyo) Ini ternyata bertransformasi pada Tugu Monas, bertransformasi pada candi-candi Islam,”papar Slamet yang baru saja dikukuhkan sebagai Guru Besar UNS pada Kamis (9/11/2017).

Slamet lantas menjelaskan alasannya mengapa Tugu Monas merupakan salah satu bentuk transformasi dari seni patung Loro Blonyo. Melalui penelitiannya, dia menemukan bahwa meski bentuknya berbeda, namun Tugu Monas  ternyata mengimplementasikan filosofi patung Loro Blonyo.

“Saya ingin menggambarkan bahwa Tugu Monas itu di luar konteks politik. Saya melihat itu (Tugu Monas) adalah pandangan dari penggagas atau arsiteknya, orang Jawa yang ingin membuat sebuah simbol menyatukan dua dunia yang berbeda. Misalnya, pimpinan dan bawahan, orang kaya dan miskin, tapi mereka satu visi. Nah, ini yang saya katakan transformasi.”

“Jadi Tugu Monas itu barangkali suatu simbolik tentang perkawinan perbedaan menjadi satu visi misi,”tegasnya lagi. “Kebetulan pemimpinnya orang Jawa, jadi implementasinya ke situ.”

Keseluruhan bangunan Monas sendiri memang dirancang oleh para arsitek Indonesia asal Jawa yaitu Soedarsono, Ir Rooseno dan seorang dari Sumatera Utara, Frederich Silaban.  Dibangun setinggi 132 meter, Monas  berbentuk lingga yoni yang merupakan transformasi simbolik perkawinan. (Syaiqu-A)

(Redaksi Solotrust)