Pend & Budaya

Mengenal Tradisi Midodareni, Salah Satu Prosesi Pernikahan Kahiyang Ayu

Budaya

7 November 2017 15:45 WIB

Keluarga Presiden Jokowi usai prosesi Bleketepe pagi tadi. (Foto Media Centre)

SOLO, solotrust.com - Malam nanti, Kahiyang Ayu dijadwalkan akan melaksanakan prosesi midodareni yang dimulai pukul 19.00 WIB di kediamannya di kawasan Sumber, Solo. Midodareni adalah salah satu rangkaian prosesi pernikahan dalam adat Jawa. Midodareni berasal dari kata widodari dalam bahasa Jawa yang berarti bidadari.

Midodareni berakar dari cerita legenda Jaka Tarub dan Dewi Nawangwulan. Dewi Nawangwulan adalah seorang bidadari dari khayangan yang mempunyai anak seorang manusia bernama Dewi Nawangsari. Dewi Nawangwulan berjanji akan turun ke bumi jika anaknya tersebut menikah.



Dengan demikian, prosesi ini diambil dari kisah turunnya Dewi Nawangwulan untuk menemui anaknya yang akan menikah besok. Biasanya, midodareni ini disandingkan dengan prosesi seserahan. Nanti malampun calon suami Kahiyang, Bobby Nasution dan keluarga akan melaksanakan prosesi seserahan ke kediaman Kahiyang.

Pada malam midodareni, calon pengantin wanita dipingit atau hanya diperbolehkan berada di kamar pengantin. Pihak yang boleh melihatpun hanya saudara dan tamu wanita saja. Calon pengantin wanita hanya boleh mengenakan busana polos dan dilarang mengenakan perhiasan apapun selain cincin kawin.

Pada malam itu, calon pengantin pria datang ke rumah calon penganti wanita atau disebut dengan jonggolan alias menampakkan diri. Calon pengantin pria datang dengan membawa bingkisan untuk calon pengantin wanita yang disebut seserahan seraya menyatakan kemantapan hatinya untuk menikahi wanita pujaannya tersebut.

Setelah jonggolan, kedua ibu dari calon mempelai mengunjungi kamar calon pengantin wanita untuk menanyakan kemantapan hatinya, siapkah secara lahir dan batin untuk menikah dengan calon pengantin pria. Prosesi ini disebut dengan tantingan.

Setelah kedua mempelai mantap untuk menjalani biduk rumah tangga berdua, maka bapak dari calon pengantin wanita memberikan sepaket wejangan untuk calon mantunya yang disebut dengan catur wedha atau empat pedoman hidup dalam berumah tangga. Empat wejangan tersebut yakni hangayomi (mengayomi/melindungi), hangayani (mensejahterakan), hangayemi (memberi rasa nyaman), dan hanganthi (menuntun/memimpin).

Acara terakhir adalah wilujengan majemukan di mana kedua pihak keluarga bersilaturahmi dalam maksud untuk berbesanan. Sebelum pulang, orang tua calon pengantin wanita memberikan angsul-angsul atau oleh-oleh pada calon pengantin pria yakni pusaka berbentuk keris sebagai simbol untuk melindungi keluarga dan rumah tangganya nanti dan juga kancing gelung yakni seperangkat pakaian untuk dikenakan pada upacara panggih besok.

Meskipun calon pengantin pria datang, namun kedua mempelai belum boleh bertemu dalam prosesi midodareni ini. Sekitar pukul 21.00 WIB, biasanya calon pengantin pria sudah harus kembali untuk beristirahat guna menghimpun energi untuk acara pernikahan besok. Malam midodareni harus dilalui dengan tenang dan khidmat karena ada harapan dan doa untuk lancarnya hari pernikahan esoknya.

 

(Lin-way)

(Redaksi Solotrust)