Hard News

Tangis Tak Terbendung Payem Cari Suami Yang Stroke di Tengah Penggusuran pemilik Lahan

Jateng & DIY

20 Desember 2018 11:00 WIB

Payem dan Wardoyo, warga Kentingan Baru.

SOLO, solotrust.com – Tangisan Payem (61) tak terbendung tatkala bangunan rumah yang dihuni selama 19 tahun di Kentingan Baru blok 6 dirobohkan oleh pemilik lahan dengan eskavator yang yang dikerahkan, Rabu (19/12/2018). Isak tangisnya semakin tak tertahan ketika ia mencari suaminya Wardoyo (65) yang berada lokasi perobohan untuk membendung eksekusi dengan kondisi sakit stroke, meski akhirnya gagal.

“Kami belum mendapatkan tali asih seperti yang dijanjikan, kami juga belum cari kontrakan atau kos-kosan tapi rumah sudah dibongkar, kami tidak tahu harus tinggal di mana, apalagi bapak (suami) sakit stroke, makanya tadi saya cari bapak nangis-nangis,” keluh Payem (61) sembari menangis saat bercerita kepada solotrust.com di lokasi kejadian.



Setelah beberapa jam Payem yang menunggu di sebuah lincak kecil yang masih selamat dari penggusuran dengan tangisan menderu-deru dan ditenangkan para tetangga, dapat sedikit bernafas lega karena akhirnya bertemu Wardoyo suaminya dengan kondisi selamat. Payem begitu  mengkhawatirkan kondisi pak bebek panggilan Wardoyo, yang sedang sakit namun bersikeras mempertahankan bangunan rumahnya dari eksekusi pemilik lahan.

“Saya tidak ingin saya dan keluarga nasibnya tidak jelas di mana, sepuluh rupiah pun kami belum dapat ganti rugi,” ujar Wardoyo.

Tak hanya kehilangan tempat tinggalnya, Payem dan Wardoyo suaminya yang menderita sakit stroke ringan dan diabetes terpaksa kehilangan mata pencaharian dengan berdagang nasi goreng di emperan Jalan KH. Masykur.

“Sejak upaya pengosongan lahan saya sudah tidak berjualan, karena merasa tidak aman, saya biasa berjualan nasi goreng di gang depan, langganan saya ya mahasiswa-mahasiswa, sekarang mana mungkin bisa berjualan,” tutur Payem yang juga mederita sakit flu tulang.

Sementara itu, Tukinem (75) hanya bisa duduk terdiam di dalam rumahnya dengan kondisinya yang sudah sepuh. Warga pun bersikeras agar rumah Tukinem tidak dibongkar lantaran belum ada tempat tinggal baginya. Hal itu diungkapkan putra Tukinem, Haryanto (47).

“Saya ajak Kapolsek Jebres untuk melihat kondisi ibu saya, kalau dibongkar harus tinggal di mana,” kata Haryanto.

Haryanto mengaku tidak pernah mendapatkan undangan untuk berunding mengenai mediasi, baik dari pihak pemiik lahan maupun kepolisian sejak tinggal selama lima tahun. Haryanto mengaku bersedia pindah dari Kentingan Baru jika ada tali asih dari pemilik lahan untuk membayar kontrakan atau kos-kosan.

“Kalau tetangga memang ada undangan, ada yang menerima tali asih, tapi saya tidak diundang apalagi mendapatkan tali asih, kami masih menunggu tali asih, jangan main gusur begitu saja, kalau sudah mendapatkan tali asih saya akan cari kontrakan secepatnya,” ungkap dia.

Berbeda nasib dengan Payem, untuk sementara rumah Tukinem masih bebas dari pembongkaran oleh pemilik lahan. Ke depan ia belum tahu kelanjutan nasibnya bersama Ibu (Tukinem) dan tiga saudaranya sampai kapan bertahan di blok 4 Kentingan Baru dari ancaman pengosongan lahan. Haryanto menuturkan awal mula ia menempati Kentingan Baru atas ajakan teman pasca penertiban 5 tahun silam atas hunian liar di pinggir Jalan Kapten Mulyadi, Balong.

 “Dulu diajak teman langsung disuruh menempati, tidak membayar,” katanya. (adr)

(wd)