Ekonomi & Bisnis

Produksi Batik Tulis Terkendala Bahan Baku Mahal

Ekonomi & Bisnis

03 Oktober 2018 16:06 WIB

Ketua Bidang Humas dan Publikasi Yayasan Batik Indonesia, Titiek Djoko Sumaryono.

SOLO, solotrust.com- Batik tulis cenderung mahal akibat harga bahan baku yang tinggi. Hal itu diungkap oleh Ketua Bidang Humas dan Publikasi Yayasan Batik Indonesia, Titiek Djoko Sumaryono, usai acara peringatan Hari Batik Nasional 2018 di Ndalem Gondosuli, Laweyan, Solo.

"Jadi memang keluhan pembatik ini bahan baku terutama kain dan pewarna memang mahal semua," ujarnya pada solotrust.com, Selasa (2/10/2018).



Pihaknya berharap Kementrian Perindustrian RI bisa melakukan sesuatu agar bahan baku lebih murah. Sebab, tantangan yang dihadapi para pengusaha batik saat ini, harga bahan baku tinggi berakibat harga batik tulis mahal.

Meski begitu, ia mengakui pengusaha pun saat ini tidak begitu merugi dengan mahalnya bahan baku. Karena masih ada kolektor - kolektor yang suka corak - corak baru.

"Kalau sudah beli satu corak, kolektor tidak mau beli corak yang sama. Berarti, adanya kreativitas dapat meningkatkan daya beli masyarakat. Kreativitas adalah bagian dari kebangkitan batik," terangnya.

Titiek mengaku sering berkeliling ke daerah - daerah di Indonesia. Ia menemukan, ada beberapa daerah yang ongkos produksinya murah sehingga bisa menjual batik dengan harga murah seperti di Madura.

Ia menerangkan, harga batik tergantung bahan baku kain dan pewarna, serta lamanya proses pembuatan. Batik tulis butuh waktu lama sedangkan proses pembuatan batik cap lebih cepat, produksi murah sehingga harga tidak mahal.

Kendala lain, adalah bila terjadi situasi dimana jumlah pembeli atau peminat banyak berimbas pada produksi tinggi, tapi bila tidak ada yang beli, lama-lama bisa gulung tikar dan tidak ada yang mau jadi pembatik.

"Ini bukan hanya pekerjaan rumah Yayasan batik Indonesia saja, karena kami tidak bisa menjangkau lapangan lebih luas, tapi kita semua bersama," pungkasnya. (Rum)

(wd)