Ekonomi & Bisnis

Produktivitas Ayam Petelur Menurun Akibat Virus

Ekonomi & Bisnis

25 Mei 2018 09:31 WIB

Ilustrasi

SOLO, solotrust.com - Produktivitas ayam petelur menurun drastis akibat virus H9N2. Didukung larangan dari pemerintah menggunakan Antibiotic Growth Promotor (AGP). Akibatnya daya tahan ayam petelur semakin menurun.

Sekretaris Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) Solo Raya Heru Santoso mengungkap penurunan terjadi pada peternak-peternak kecil.



"Dulu, dari jumlah populasi ayam, 90 persen bisa produksi telur, sekarang hanya 20 persen saja. Ini hanya berpengaruh pada peternakan kecil saja, sedangkan peternakan besar tidak ada masalah. Maka dari itu Solo tidak terasa karena Solo Raya mayoritas adalah peternak besar semua," ujarnya pada media, Rabu (23/5/2018).

Menurutnya, di Indonesia ini kebutuhan telur tidak hanya disuplai dari peternak besar saja. Banyak suplai didatangkan dari beberapa daerah seperti Blitar dan Kendal yang mayoritas peternak kecil.

Berdasar data populasi di area Solo Raya terdapat 5 juta ayam petelur yang memroduksi pasokan telur per- hari. Tapi, ayam yang menghasilkan telur hanya 2,5 juta saja.

Dari penelitian pemerintah, virus ini tidak mempengaruhi produksi. Tapi kenyataan di lapangan berbeda, terjadi penurunan sangat drastis. Setelah dirunut, penyebab terjadinya penyakit ini karena adanya komplikasi.

Salah satunya akibat kebijakan pemerintah yang melarang penggunaan AGP untuk pertumbuhan. Kebijakan baru menyatakan AGP hanya untuk antibiotik penangkal penyakit saja. Padahal, di Amerika Serikat AGP diperbolehkan untuk pertumbuhan.

Penasehat Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) Pusat, Robby Susanto menambahkan, banyak faktor yang berpengaruh pada produktivitas ayam petelur.

"Salah satunya harga jagung yang tinggi menyebabkan peternak memakai jagung dengan kualitas buruk. Jagung yang banyak jamurnya menyebabkan banyaknya alfatoksin yang membuat daya tahan tubuh menjadi jelek," ujarnya.

Jika hanya merujuk kota Solo atau eks Karesidenan Surakarta, kebutuhan telur memang tercukupi. Sebab, banyak peternak besar di area Solo yang bahkan mampu mengirim ke luar daerah. Ditambah lagi suplai telur di Solo juga dipasok dari beberapa daerah di Jawa Timur.

Persoalannya, kata Robby, dengan banyaknya ayam petelur yang tidak produktif lalu diseleksi oleh peternak dan dibuang. Akibatnya suplai telur akan berkurang sehingga butuh waktu 6-7 bulan untuk mengembalikan ke suplai semula.(Rum)

(wd)