Hard News

Kisruh SSB IM, Polres Sragen Sampai Turun Tangan

Jateng & DIY

23 Maret 2018 15:34 WIB

Mediasi antarorang tua pemain akibat kekisruhan di SSB IM Sragen, berlangsung di tribun Stadion Taruna, dipandu langsung AKP Yohanes Trisnanto, yang disaksikan Wakapolres Kompol Danu Pamungkas Totok. (solotrust-saf)

SRAGEN, solotrust.com - Mungkin baru pertama kali ini, kekisruhan yang terjadi pada sebuah sekolah sepak bola (SSB) harus melibatkan jajaran utama Polres.

Di Stadion Taruna Sragen, para pejabat utama Polres Sragen yang dipimpin Wakapolres Kompol Danu Pamungkas Totok harus turun tangan menyelesaikan kekisruhan di Sekolah Sepak Bola (SSB) Indonesia Muda Sragen.



Wakapolres, didampingi beberapa pejabat utamanya seperti KBO AKP Yohanes Trisnanto, Kasat Reskrim AKP Yuli Monasoni, Kasat Intelkam AKP Yun Iswandi, dan Kapolsek Karangmalang AKP Agus Irianto, serta beberapa personel Sabhara mendatangi Stadion Taruna Sragen pada Kamis (22/3/2018) untuk menyelesaikan kekisruhan yang bisa berpotensi bentrokan antardua kubu di internal SSB IM Sragen.

Apa penyebab kekisruhan tersebut?

Menurut salah satu orang tua pemain, Arif Wijanarko, mayoritas orang tua pemain menilai tim pelatih dan pengurus SSB IM Sragen tidak transparan dalam mengelola keuangan, serta terjadi kolusi saat menampilkan skuat tim dalam sebuah turnamen.

Kekecewaan itu lah yang membuat mayoritas orang tua pemain memberontak dan akhirnya membentuk SSB bernama I'M Sukowati.  Jumlah pemain yang ikut di tim I'M Sukowati lebih banyak mencapai sekitar 130 dari 150 pemain yang sebelumnya tergabung dalam IM Sragen.

“Kami berbeda dengan IM Sragen, kami tampil dengan nama baru I’M Sukowati dengan tulisan dan logo yang berbeda dari IM Sragen. Kami sudah tidak berurusan lagi dengan IM Sragen,” jelas Arif Wijanarko kepada solotrust.com di Stadion Taruna.

Pemakaian nama IM meski ditambahi apostrof atau koma di atas, diprotes keras oleh kubu SSB IM Sragen yang dimotori oleh Handoko dan Dwi K. Pendiri SSB IM Sragen, sekaligus tokoh Indonesia Muda Sragen Hartono Mbing turut menengahi konflik antarkubu para orang tua pemain ini.

Hartono menilai, SSB IM Sragen adalah alat perjuangan Ormas Indonesia Muda di Sragen yang didirikan tahun 1979. Oleh sebab itu, Hartono berharap pemakaian nama IM harus sesuai ketentuan AD-ART organisasi.

“Saya berharap mereka bersatu kembali, dalam wadah SSB IM Sragen yang sah, agar pembinaan pemain-pemain muda ini bisa lebih berprestasi, tanpa ada kekisruhan antarorang tua pemain,” ujar Hartono, ditemui di Stadion Taruna, Kamis sore.

Kehadiran para pejabat utama Polres Sragen, saat terjadinya ketegangan antarorang tua pemain di Stadion Taruna, menjadi bukti kekisruhan tersebut tak dianggap sepele. Meski bukan ranah hukum yang harus diselesaikan polisi, namun kekisruhan ini dinilai bisa berpotensi membesar.

Untuk menjaga tak ada benturan fisik serta kisruh yang membesar, polisi membawa kedua kubu ke meja mediasi, dilakukan di tribun Stadion Taruna yang dipandu langsung oleh AKP Yohanes Trisnanto.

Hasilnya, mereka bersepakat untuk damai namun tetap berjalan sendiri-sendiri. “Kita akan atur mereka, kedua kubu bisa memakai lapangan Stadion Taruna ini untuk berlatih, meski dalam hari yang berbeda. Mudah-mudahan persoalan ini cepat selesai, kasihan anak-anak itu terganggu dalam latihannya,” tandas Yohanes kepada solotrust.com sebelum meninggalkan Stadion Taruna. (saf)

(way)