Serba serbi

Komitmen Aplikasi Oorth Cegah Penyalahgunaan Media Sosial

Teknologi

21 Maret 2018 16:34 WIB

Mulyono Herman selaku Chief Information Officer (CIO), Krishna Adityangga sebagai Chief Executive Officer (CEO) dan Dhanny Ardiansyah sebagai Chief Technology Offcier (CTO). (solotrust.com/arum)

SOLO, solotrust.com- Aplikasi media sosial karya anak bangsa, Oorth, berkomitmen mencegah penyalahgunaan aplikasi media sosial. CEO Skynosoft Portal Prime, Krishna Adityangga memaparkan Oorth patuh terhadap regulasi yang berlaku untuk keamanan sesuai kebijakan negara masing-masing. Pihaknya berkomitmen membantu pemerintah agar tidak terjadi penyalahgunaan aplikasi untuk terorisme misalnya.

"Kita akan adaptasi, jadi aturan Oorth kemungkinan berbeda di tiap negara. Kalau di Indonesia kita patuh pada UU ITE. Hal yang bertentangan dengan UU ITE dan Pancasila, maka kami akan mengambil tindakan. Di Hongkong, Singapura, Malaysia kita ikuti sesuai aturan masing-masing," papar Krishna usai peluncuran Oorth di Harris Pop! Hotel & Convention Solo, Rabu (21/3/2018).



Terkait kemungkinan serangan hacker, pihaknya sudah melakukan tindakan antisipasi. Mulai dari verifikasi secara manual hingga detail algoritma untuk keamanan platform Oorth.

"Kita sudah antisipasi dan semoga dalam kurun waktu 3 bulan ke depan kita sudah mampu mewujudkan layanan yang membuat pengguna aman. Termasuk antisipasi terhadap hacker," ujarnya.

Sementara, Mulyono Herman selaku Chief Information Officer (CIO), mengaku bahwa platform Oorth melalui website paling rentan terkena serangan dalam 2 minggu terakhir ini.

"Kita akan berusaha menyajikan keamanan terbaik dan terus meningkatkan dari segi insfrastruktur, aplikasi dan sistem internal. Tidak hanya mesinnya tapi juga manusianya," ujarnya.

Aplikasi Oorth dikembangkan oleh Skynosoft Portal Prime, yaitu perusahaan software developer berbasis di Kota Solo. Melalui aplikasi media sosial buatan anak bangsa ini, pihaknya berharap pemerintah Indonesia memberi peluang berkembangnya aplikasi-aplikasi semacamnya.

Ia mencontohkan aturan ketat pemerintah China yang hanya mengijinkan aplikasi WeChat buatan bangsanya. Sebab mempertimbangkan data-data dan informasi yang harus dikuasai sendiri, bukan pihak asing.

"Sebenarnya Indonesia punya infrastrukturnya dan mampu. Tapi seberapa jauh dukungan pemerintah? Kami butuh dukungan lebih dari segi otoritas dan ekspansi," pungkas Krishna. (arum)

()