Hard News

Takut Kena Bully, Anak Ini Dipasung Ibunya Selama Lima Tahun

Jateng & DIY

5 Januari 2018 13:58 WIB

Pemuda yang dirantai di dalam rumahnya sendiri karena dianggap menderita sakit jiwa. (dok. solotrust.com)

WONOGIRI, solotrust.com - Takut sang anak menjadi korban bully teman-temannya, seorang ibu di Dusun Bakalan, Desa Gambir Manis, Kecamatan Pracimantoro, Kabupaten Wonogiri terpaksa merantai kaki sang anak, Suwanto.

Sejak lima tahun lalu, pemuda yang diduga menderita sakit jiwa ini tak pernah bisa keluar rumah. Makan, minum, dan buang kotoran dia lakukan di dalam rumah. Hal itu lantaran kaki kirinya terikat rantai di tiang rumahnya.



Sang ibu, Semi, mengaku merantai kaki anak bungsunya ini lantaran tidak tega anaknya di bully teman-temannya. Di lain pihak, upaya pengobatan medis tak pernah ditempuh. Pasalnya kemiskinan menjadi teman hidup janda penjual daun jati ini.

Selain itu, warga setempat menganggap Suwanto tidak menderita sakit jiwa. Melainkan kualat gara-gara menebang pohon di tempat keramat.

Mboten purun ngamuk, ning wedi (Tidak mau marah, tapi takut),” tutur Semi, saat ditemui di rumahnya, kemarin (4/1/2018).

Karenanya, Semi memilih menempuh pengobatan ke paranormal. Sayang upaya itu tak membawa hasil hingga bungsu tiga bersaudara ini masih terus memperpanjang deritanya.

Nggih kulo was-was, nek kulo madosi godong ten pundi, ajeng ngrusak nek omahe dewe kan kulo pikiran tenang, tapi nek wek tonggo kulo kan beban (Ya saya was-was, kalau saya cari daun (jati) di mana itu, mau merusak kalau rumah sendiri kan ya saya pikiran tenang, tapi kalau punya tetangga saya jadi beban),” ujar Semi.

Tentang pemasungan Suwanto demi mencegah keusilan teman-temannya itu dibenarkan Mulyadi, ketua RT setempat. Menurut Mulyadi, S pernah merobohkan papan nama sekolah atas suruhan temannya.

“Waktu dulu itu merobohkan papan nama SD, cuma pakai tangan, padahal itu cor (semen),” kata Mulyadi.

Oleh salah seorang guru di sekolah itu, keluarga Suwanto disarankan memasung anaknya agar tidak mengganggu lingkungan.

Kehidupan ibu dan anak ini memang jauh dari layak. Semi harus menghidupi ibunya yang sudah jompo. Sementara dua anak perempuannya telah menikah dan hidup dengan keluarga masing-masing di Kecamatan Eromoko, dan Slogohimo.

Untuk memenuhi kebutuhan hidup, Semi mencari daun jati ke hutan dan menjualnya ke pasar Giribelah, Kecamatan Giritontro setiap pasaran Pon dan Kliwon.

(noto)

(way)