Pend & Budaya

UTP dan Yayasan Gita Pertiwi Dorong Terwujudnya Solo Kota Cerdas Pangan

Pend & Budaya

7 November 2018 18:02 WIB

Rektor UTP Surakarta Tresna Priyana Soemardi saat memberikan pemaparan mengenai Kota Cerdas Pangan di Sala View Hotel, Selasa (6/11/2018). (solotrust-adr)

SOLO, solotrust.com - Universitas Tunas Pembangunan (UTP) Surakarta bersama Yayasan Gita Pertiwi mendorong terwujudnya Solo Kota Cerdas Pangan yang menjadi bagian dari dunia bebas kelaparan tahun 2030.

Rektor UTP Surakarta Tresna Priyana Soemardi menuturkan, pemenuhan kebutuhan pangan pokok merupakan salah satu unsur kesejahteraan yang semakin mendesak. Melihat gaya hidup, budaya, dan nilai-nilai di dunia yang berkembang menuju ke arah konsumerisme, pemborosan, pencemaran dan sampah, ketimpangan ekonomi kaya miskin dan sebagainya.



"Kesejahteraan lahir dan batin umat manusia adalah merupakan keberhasilan pembangunan peradaban di muka bumi kita yang satu ini," kata Tresna di Sala View Hotel, Selasa (6/11/2018).

Dijelaskan Tresna, melalui Pakta Milan 2015, suatu inisiatif global wujud keprihatinan dengan budaya dan nilai-nilai yang terjadi di kota-kota besar dunia.

Menurut dia, pengelolaan kota yang tidak ramah lingkungan dan masyarakat kota yang membeli pangan dalam jumlah yang berlebihan dari yang mereka butuhkan sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip sustainable.

"FAO (Food and Agriculture Organization) melaporkan tahun 2011 mengenai Global Food Losses (kerugian) dan Waste (limbah) yang begitu tinggi, Food Losses di Indonesia mulai dari hulu sampai hilir terjadi Losses dan Waste yang tinggi. Mulai dari pemanenannya tidak tepat, penanganan pascapanen yang tidak tepat hingga hilangnya beras saat distribusi karena infrastruktur yang buruk," papar Tresna.

Merujuk data Kementerian Pertanian tahun 2015, kontribusi pada Food Losses sebesar 19,9% dari total rata-rata 60 juta ton gabah kering panen yang dihasilkan dalam satu tahun. Sedangkan Food Waste di negara-negara barat hampir mencapai 22% menyamai produksi pangan negara negara Afrika Sub Sahara Sabana 230 juta ton per tahun.

Lebih jauh kata dia, Food Waste yang luar biasa terjadi di hilir juga disebabkan konsumerisme pangan yang berlebihan, di sisi lain masyarakat kota lapis bawah harus berjuang keras untuk mendapatkan pangan karena tingkat pendapatan mereka yang rendah.

Dalam pemaparannya, Tresna menguraikan berbagai upaya dan inovasi dilakukan untuk mengurangi Food Losses dan Wastes, antara lain super market membagikan pangan yang mendekati kadaluarsa pada masyarakat miskin. Ia juga mencontohkan, Pemerintah Jerman memaksa pengunjung restoran untuk membawa makanan sisa ke rumah, dan lain lain.

"Masih banyak inovasi untuk kita bersama-sama menurunkan Food Losses dan Waste ini dari hulu sampai hilir khususnya di Solo Raya ini," terang dia.

"Menurut FAO, jika saja seperempat dari total Food Losse and Waste di tingkat global bisa diselamatkan, jumlah pangan yang dapat diselamatkan ini dapat memberi makan 870 juta orang lapar di dunia," papar Tresna.

Sementara itu, Yayasan Gita Pertiwi oleh Titik Eka Sasanti menambahkan, diperlukan reinventing  tentang cara pandang produksi, distribusi, dan konsumsi pangan yang lebih bertanggung jawab dan ramah lingkungan serta sekaligus memberikan jawaban atau tantangan masa depan untuk mewujudkan desa kota yang cerdas terhadap pangan.

"Kami berharap reinventing dalam Forum Kota Cerdas Pangan antara Universitas Tunas Pembangunan dan Gita Pertiwi dapat memberi manfaat bagi Solo Raya, Indonesia dan Dunia," sambung dia. (adr)

(way)